TEMPO.CO, Jakarta - Partai Kebangkitan Bangsa akhirnya menerima opsi presidential threshold 20 persen dalam UU Penyelenggaran Pemilu dari sebelumnya menolak. Ketua DPP PKB Lukman Edy mengatakan faktor soliditas dan kesetiaan menjadi pertimbangan.
"Pemerintah kan yang harus kami imani. Siapa lagi yang bisa dipercayai dalam berbangsa dan bernegara ini selain pemerintah," ujar Lukman setelah mengikuti diskusi UU Penyelenggaran Pemilu di Jakarta, Sabtu, 22 Juli 2017.
Baca: PAN Membangkang di RUU Pemilu, Perlukah Mendapat Sanksi?
Pada awalnya, PKB adalah partai yang tidak sepaham dengan pemerintah pada pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu. Meski masuk barisan koalisi pemerintah, PKB lebih memilih mendukung opsi D dalam pembahasan UU, yang mengatur opsi ketentuan presidential threshold menjadi 10-15 persen, bukan 20-25 persen seperti keinginan pemerintah.
Baca: Presiden Jokowi Hormati Proses Pengambilan Keputusan RUU Pemilu
Namun, sikap PKB akhirnya berubah di ujung pembahasan dan mendukung opsi pilihan pemerintah.
Opsi A mengatur ketentuan presidential threshold 20 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, daerah pemilihan magnitud 3-10, serta sistem konversi suara Saint League Murni.
Lukman menjelaskan, politikus PKB sebenarnya sudah mencoba melobi pemerintah untuk berubah opsi pada pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu. Namun, hasilnya nihil. Pemerintah bersikeras bertahan di opsi A yang membuat PKB tidak punya pilihan lain selain mendukung.
Ditanyai apakah dia merasa tidak khawatir dengan opsi pemerintah, terutama aturan presidential threshold akan diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi, Lukman menjawab tidak. Inkonstitusional atau tidaknya presidential threshold tergantung penafsiran hukum.
ISTMAN M.P.