TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjajanto, mengatakan kasus mega korupsi E-KTP tetap berlangsung hingga sekarang. Pasalnya, proses produksi E-KTP yang terus berlangsung menggunakan alat dan bahan yang dikorupsi, di antaranya meliputi mesin cetak, tinta, dan kertas yang sama.
"E-KTP tidak bisa discan, membuatnya harus memaki mesin printer, kertas dan tinta yang sama. Sekarang masih memproduksi E-KTP yang sama, berarti korupsinya masih berlangsung hingga saat ini," kata Bambang dalam diskusi di Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta, Jumat 21 Juli 2017.
Baca: Sidang E-KTP, Paulus Tanos Mengaku Diancam Dibunuh
Diskusi bertajuk Kaleng Rombeng Bagaimana Tempo Menelisik Korupsi E-KTP, disiarkan secara
live streaming itu menghadirkan awak redaksi Tempo yang terlibat dalam tim liputan investigasi. Mereka adalah Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Budi Setyarso dan Redaktur Eksekutif Koran Tempo, Setri Yasra. Hadir pula Peneliti Hukum ICW, Donal Fariz.
Bambang mengungkapkan, dalam kasus korupsi E-KTP memiliki lima klasifikas kejahatan dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun itu. Pertama, proyek ini dari awal perencanaannya sudah diwarnai suao. Kedua, penentuan siapa pemenang tendernya juga ada suap. Ketiga pengadaan barang untuk E-KTP terjadi suap menyuap. Keempat, pelaku korupsi membagi proyeknya ke subkontraktor juga ada suap.
Kelima, kata Bambang, korupsi E-KTP yang berkelanjutan. "Sampai saat ini kita masih menggunakan E-KTP yang diproduksi dari bahan sama. Kasus korupsi E-KTP menjadi besar karena telah direncanakan dari awal," ungkap Bambang.
Lihat: Sidang E-KTP, Ketua Panitia Akui Menangkan Konsorsium Tertentu
Menurut Setri, majalah Tempo mencium proyek E-KTP bakal dikorupsi sejak 2012. Ketika itu, Tempo sudah menelisik gelagat korupsi dari perencaan, proses lelang, pemenang tender, pengadaan barang untuk E-KTP hingga orang-orang yang terlibat di dalamnya. "Saya kira saat itu (2012) KPK belum mengendus. Terbukti, proyek ini dikorupsi oleh banyak orang, terutama oleh anggota DPR," ujar Setri.
Lebih dari 30 anggota DPR disebut menerima aliran duit E-KTP. Pada Senin, 17 Juli 2017, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 2,3 triliun tersebut.
Setri juga menceritakan bagaimana Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos, bertemu dengan Setya Novanto setelah penandatanganan kontrak proyek E-KTP. PT Sandipala Arthapura adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PNRI Percetakan Negara Republik Indonesia), yang memenangkan proyek e-KTP.
Pada Kamis, 20 Juli 2017, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis terdakwa kasus korupsi E-KTP Irman dan Sugiharto, masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara. Keduanya juga didenda masing-masing Rp 500 juta subsidiar 6 bulan kurungan dan denda Rp 400 juta subsidiar 6 bulan kurungan.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Irman dan Sugiharto terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keduanya terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun dari kasus korupsi E-KTP.
SHINTIA SAVITRI | ELIK S