TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Golkar Robert Joppy Kardinal meyakini kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Golkar Setya Novanto tidak berpengaruh pada keputusan partainya terkait dengan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini, Kamis, 20 Juli 2017.
"Kami solid, tak ada (persoalan)," ujarnya di depan ruang rapat paripurna Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Kamis.
Baca: RUU Pemilu, Fadli Zon Tuding Pemerintah Jegal Prabowo di 2019
Robert mengatakan pihaknya tetap mengedepankan musyawarah dalam paripurna kali ini. Dia pun membenarkan bahwa fraksinya sempat mengadakan pertemuan internal beberapa saat sebelum paripurna dimulai.
"Kami persiapkan semua anggota, kami khawatirkan voting. Partai Golkar mengedepankan musyawarah mufakat," ujarnya.
Dari lima paket terkait dengan isu krusial yang akan ditentukan dalam rapat tersebut, Golkar memilih paket A. Pada paket tersebut, ambang batas presiden 20 atau 25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, sistem pemilu terbuka, alokasi lokasi kursi per daerah pemilihan 3-10, serta dengan metode konversi suara yaitum sainte lague murni.
Baca juga: Muhaimin Iskandar: Soal RUU Pemilu PKB Ikut Maunya Pemerintah
Menurut Robert, paripurna hanya akan menentukan paket mana yang akan diambil tanpa mengubah item. "Ya, kami ini ingin (memilih) per paket, dong, tak ada perubahan substansi lagi. Kami sudah bahas tujuh bulan dan sudah diputuskan di Panitia Khusus," ucapnya.
Ia berujar opsi pemerintah sudah didukung sejumlah pihak, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Anggota Fraksi Golkar, Agus Gumiwang Kartasasmita, pun tak menampik hal tersebut. "Saya kira wajar saja PKB bergabung dengan pemerintah, tentu akan membuat sebuah kekuatan mendukung paket A," ujarnya di Kompleks Parlemen.
Ambang batas presiden sempat menjadi tarik-ulur dalam pembahasan RUU Pemilu. Sebagian partai politik menghendaki ambang batas pengajuan calon presiden dibuat menjadi nol persen.
Si satu sisi, pemerintah menginginkan RUU Pemilu menghasilkan pola rekrutmen yang baik. Bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar dan NasDem, pemerintah ingin menggunakan aturan lama, yaitu parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
YOHANES PASKALIS PAE DALE