TEMPO.CO, PEMALANG - Memasuki musim kemarau, penduduk di sejumlah desa di Lereng Gunung Slamet, Kecamatan Pulosari, Pemalang, mulai kesulitan air bersih. Warga setempat harus menunggu dua hari sekali demi mendapatkan air bersih.
Penduduk biasanya mengandalkan mata air pegunungan di lereng Gunung Slamet. Ada tujuh desa yang mengandalkan sumber air tersebut, yakni Gunungsari, Gambuhan, Penakir, Cletakan, Batursari, Siremeng, dan Jurangmangu. Debit air di mata air tersebut kini menyusut seiring dengan datangnya musim kemarau.
Kepala Desa Gunungsari Teteg Winantea mengatakan debit air pegunungan di desa setempat mulai menyusut sejak dua bulan terakhir. Masyarakat kesulitan mencari air bersih untuk memenuhi kebutuhan, seperti mandi, mencuci, dan minum. “Warga harus mengantre dua hari sekali agar mendapatkan air,” katanya, Rabu, 19 Juli 2017.
Untuk mengatasi krisis air bersih ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Palang Merah Indonesia (PMI) Pemalang sebenarnya sudah memberikan bantuan air bersih. Namun tetap tidak mencukupi. “Untuk memenuhi kebutuhan air, warga pun terpaksa harus membelinya,” ujarnya.
Menurut Teteg, permasalahan ini sudah disampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beberapa waktu lalu saat berkunjung ke Pemalang. “Waktu pertemuan dengan Pak Ganjar, kami sudah sampaikan. Harapan kami, itu kan katanya ada sumber air di Purbalingga. Barangkali bisa diupayakan dialirkan ke sini. Di sini memang ada sumbernya, tapi tidak mencukupi, apalagi musim kemarau seperti ini,” ucapnya.
Warga Gunungsari, Karyono, mengaku harus menggunakan air bersih seadanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dia berharap bantuan segera datang lagi agar warga bisa lebih mudah beraktivitas. “Sejak bulan puasa, air susah. Ya, cuma seadanya. Keluar airnya, tapi kecil. Bantuan belum datang lagi, ya, nunggu bantuan air,” tuturnya.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ