TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara terdakwa anggota Komisi V DPR Musa Zainuddin, Haryo Wibowo, meminta majelis hakim membatalkan dakwaan terhadap kliennya. Ia menilai dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak cermat. “Ini membingungkan dan tidak ada kepastian hukum,” ujar dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 19 Juli 2017.
Haryo menjelaskan ada sejumlah alasan mendasar yang membuat dakwaan harus dibatalkan. Menurut dia, jaksa tidak cermat memberikan dakwaan pasal. Pada surat dakwaan, Musa disangka melanggar Pasal 11 dan 12 huruf a Undang-Undang Tipikor. Padahal dalam surat pelimpahan perkara, jaksa menduga Musa melanggar Pasal 12 huruf b.
Berita terkait: Suap PUPR, Andi Taufan Politikus PAN Divonis 9 Tahun Penjara
Haryo melanjutkan, jaksa juga tidak bisa menyebutkan waktu yang lengkap dan rinci dalam dakwaan Musa. Ia menilai seharusnya jaksa mampu menjelaskan detail pertemuan antara Musa dan sejumlah orang yang diduga terlibat perkara proyek pembangunan infrastruktur Jalan Taniwei-Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Waisala di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara. “Dakwaan sangat mengada-ada, terdakwa tidak pernah kunjungan kerja ke Maluku dan Maluku Utara,” kata dia.
Menurut Haryo, dakwaan juga tidak menjelaskan rinci dana optimalisasi aspirasi dan program proyek jalan. Ia mengatakan kliennya bukan termasuk anggota badan anggaran. Sehingga ia menilai dakwaa terkesan hanya ingin menggiring opini supaya Musa bersalah.
Kemudian, Haryo menambahkan, penyebutan uang yang didakwakan kepada Musa tidak konsisten. “Jaksa tidak konsisten berapa jumlah uang yang sebenarnya didalilkan,” ujar Haryo.
Baca juga: Ada Kode Pak Y dan Bapak Kita dalam Suap Proyek PUPR
Selain itu, tim kuasa hukum keberatan bukti elektronik berupa rekaman percakapan Musa dengan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir tidak dimasukkan ke dalam dakwaan. Dalam rekaman itu, kuasa hukum mengklaim Musa tidak bisa membantu proyek tersebut. Mereka pun menyesalkan jaksa tidak menggunakan alat bukti tersebut.
Jaksa KPK mendakwa Musa menerima suap sebesar Rp 7 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Suap itu diberikan agar Musa mengusulkan program aspirasi dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur Jalan Taniwei-Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Waisala di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara. Program aspirasi usulan Musa itu diarahkan untuk dikerjakan PT Windhu Tunggal Utama dan PT Cahaya Mas Perkasa.
DANANG FIRMANTO