TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pihaknya sedang menyiapkan langkah untuk menggugat pencabutan status badan hukum dan pembubaran ormas ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari keputusan Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017.
“Perpu ini membuka peluang bagi pemerintah menjadi diktator, pemerintah secara sepihak membubarkan ormas tanpa hak membela diri dan tanpa proses penegakan hukum yang adil dan benar,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis menanggapi pencabutan status badan hukum HTI, Rabu, 19 Juli 2017.
Baca juga: Jokowi Mempersilakan Hizbut Tahrir Menggugat Perpu Ormas ke MK
HTI kemarin telah mendaftarkan permohonan uji materiil atas Perpu Nomor 2 Tahun 2017 itu ke Mahkamah Konstitusi. Namun hari ini HTI resmi dicabut status badan hukumnya dan dibubarkan, sehingga, menurut Yusril, bukan lagi subyek yang menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi dan Perubahannya dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang tersebut. “Kami kini sedang memikirkan langkah terbaik untuk mengatasi masalah ini,” katanya.
Juru bicara HTI, Ismail Yusanto, sebelumnya mempertanyakan alasan pencabutan status badan hukum ormas HTI sebagai bentuk sanksi administratif atas tuduhan pelanggaran yang dilakukan. “Pelanggarannya apa juga tidak jelas, sampai saat ini juga tidak ada peringatan dari pemerintah.”
Dia menuturkan dalam Perpu tersebut disebutkan pencabutan status hukum itu harus melalui surat peringatan yang dilayangkan kepada ormas yang bersangkutan. “Tapi surat peringatan itu tidak pernah ada sama sekali, jadi pemerintah melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri,” katanya.
Ismail berujar pihaknya menyesalkan sikap pemerintah yang melontarkan tuduhan tak jelas, sedangkan HTI tak diberi kesempatan untuk membela diri. Pemerintah sebelumnya mengatakan kegiatan dan aktivitas HTI banyak yang bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI. “Padahal kalau dilihat di lapangan tidak seperti itu, apa yang bertentangan dengan Pancasila, kami tertib dan sopan, tidak anarkis,” ucapnya.
GHOIDA RAHMAH