TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mendeteksi upaya pembunuhan terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang direncanakan kelompok radikal lewat aplikasi Telegram. Rencana inilah yang disebut-sebut menjadi salah satu alasan Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir Telegram.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan sudah mendengar rencana pembunuhan Ahok itu. Ini menjadi salah satu alasan kenapa dia tidak mendukung rencana memindahkan Ahok dari ruang tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Dia yakin Ahok tidak aman jika berada di Cipinang.
Baca: Telegram Minta Kerja Sama dengan Indonesia, Begini Respons Jokowi
Djarot mendukung kebijakan Kementerian Komunikasi menutup aplikasi layanan pesan singkat tersebut. "Yang kayak begini kan mesti dikontrol. Harus dikontrol oleh pemerintah," ujar Djarot di Gandaria City Mall, Rabu, 19 Juli 2017.
Djarot menilai aplikasi Telegram memang mudah disalahgunakan karena jejak pelaku kejahatan tidak mudah dideteksi. Dia setuju aplikasi ini dilarang di Indonesia. Apalagi paham-paham radikal juga beredar dengan mudah lewat Telegram.
Djarot mengimbau masyarakat tidak mudah percaya saat belajar paham tertentu lewat Internet. Menurut dia, jika memang ingin belajar agama, sebaiknya belajar di tempat yang benar. Misalnya di pondok pesantren atau tempat lain yang tentu dibimbing seorang guru atau tokoh agama. "Atau melalui kiai atau lewat sekolah, bukan melalui Internet," ujarnya.
LARISSA HUDA
Video Terkait:
Pemblokiran Telegram, Presiden Jokowi: Negara Mementingkan Keamanan