TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan bahwa pemerintah berusaha menghalangi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk menjadi calon presiden pada Pemilu 2019 lewat Revisi Undang-undang Pemilu (RUU Pemilu).
Terbukti dengan sikap pemerintah yang tetap menginginkan adanya ambang batas presiden (presidential threshold) di RUU Pemilu itu.
Baca Juga:
"Menurut saya pemerintah sekarang itu sedang berusaha menjegal Pak Prabowo untuk menjadi calon dan ini tidak masuk akal," kata Fadli di DPR RI, Senin, 17 Juli 2017.
Baca : Mendagri Berharap RUU Pemilu Dirampungkan di Paripurna, Sebab...
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemilu legislatif dan pemilu presiden yang diadakan serentak, otomatis membuat aturan tentang ambang batas presiden tidak perlu ada lagi.
"Dalam hal ini, keputusan MK bahwa pemilu serentak, dan serentak itu menghilangkan presidential treshold. Kecuali tidak ada kata serentak, tetap berjenjang dari pemilu legislatif ke pemilu presiden," kata Fadli.
Menurut Fadli, penetapan ambang batas presiden dalam RUU Pemilu sama saja dengan mencederai demokrasi dan aturan yang sudah dibuat.
Fadli melihat keinginan pemerintah ini bukan sebagai keputusan hukum konstitusional, melainkan sekadar keputusan politik. Menurutnya, upaya ini adalah dalam rangka memunculkan calon tunggal dalam Pemilu Presiden 2019 nanti.
"Jelas kok arahnya itu bahwa ini mau dibikin calon tunggal. Partai-partai mau mencalonkan tunggal, kalaupun nanti ada, ya boneka saja," katanya.
Asumsi Fadli terhadap adanya keinginan pemerintah untuk menghalangi Prabowo dan mengajukan calon tunggal muncul dari kemampuan pemerintah mengumpulkan partai-partai yang ada.
Simak juga : Lima Isu Krusial RUU Pemilu Dibawa ke Rapat Paripurna
"Begitu 2014 selesai kan konfigurasi sudah berubah. Dulu ada koalisi besar KMP dan KIH, tetapi koalisi itu sudah tidak ada. Sekarang pemerintah menggalang koalisi yang sebesar-sebesarnya dengan suara partai politik, dengan threshold yang mau dikuasai, didominasi sehingga tak ada calon lain," tuturnya.
Pihaknya akan tetap kukuh dengan tidak perlu ada ambang batas presiden dalam RUU Pemilu. Untuk itu, pihaknya akan menempuh berbagai langkah, termasuk judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar demokrasi Indonesia tetap dijalankan sesuai aturan.
NUR QOLBI | DWI ARJANTO