TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia memblokir Telegram terkait dengan penggunaan aplikasi itu dalam percakapan para teroris dan kelompok radikal. Pemblokiran itu dilakukan sejak Jumat lalu.
Langkah Indonesia memblokir aplikasi yang diciptakan Pavel Durov, CEO Telegram ini, tak diikuti negara tetangga, Malaysia. Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi mengaku tak memiliki rencana mengikuti jejak Indonesia yang memblokir media sosial Telegram.
Baca: Mengapa Telegram Disukai Teroris ? Berikut Analisis Polisi
Zahid mengatakan menghormati keputusan pemerintah Indonesia yang memblokir Telegram karena sering digunakan para teroris untuk merekrut anggota baru. Namun, menurut dia, Kementerian Dalam Negeri Malaysia tak memiliki alasan untuk menerapkan hal itu di negaranya.
"Kementerian Dalam Negeri Malaysia, khususnya unit anti-terorisme, belum menemukan unsur perekrutan dan pendanaan terorisme," katanya, seperti dikutip The Star, Minggu, 16 Juli 2017.
Baca: 3 Tawaran Pendiri Telegram ke Pemerintah Indonesia
Meski tak ada rencana melarang Telegram, Zahid menyatakan akan memantau komunikasi di platform tersebut. Pihaknya akan memantau percakapan yang terindikasi mengandung unsur terorisme.
"Kami menghormati hak individu menggunakan media sosial, tapi kami juga perlu menggunakan metode decoding untuk menentukan apakah ada unsur terorisme, seperti ISIS, baik online, media sosial, maupun offline," ujarnya.
Adapun aplikasi media sosial yang akan dipantau, kata Zahid, adalah platform Facebook, WhatsApp, dan Instagram. Menurutnya, ketiga aplikasi tersebut ditemukan mengandung beberapa elemen negatif terkait dengan aktivitas teroris.
THE STAR | FRISKI RIANA