TEMPO.CO, Jakarta - Pavel Durov, pendiri sekaligus CEO aplikasi Telegram ternyata menyurati pemerintah Indonesia agar Kementerian Komunikasi dan Informasi urung memblokir penggunaan Telegram di Indonesia. Menurut Durov dalam pernyataan resmi yang dilansir dalam channelnya di Telegram, ia mengaku kecewa karena telat menjawab surat Kementerian Komunikasi soal daftar saluran publik terkait konten terorisme.
"Sayangnya, saya tidak sadar akan permintaan tersebut. Ini yang menyebabkan miskomunikasi dengan Kementerian. Untuk memperbaiki situasi saat ini, kami menerapkan solusi tiga langkah berikut," tutur Durov dalam pernyataan resminya pada Ahad, 16 Juli 2017.
BACA: Cerita Percakapan Grup Para Teroris di Aplikasi Telegram
Durov mengaku kecewa dengan pemblokiran itu, mengingat penguna telegram di Indonesia mencapai jutaan. Pavel Durov mengaku sangat menyukai Indonesia. Bahkan dia pernah beberapa kali berkunjung dan memiliki banyak teman di negeri ini.
Durov menyayangkan adanya miskomunikasi karena tidak mengetahui permintaan tersebut dari Kemkominfo. Karena itu, Durov ingin memperbaiki situasi dengan tiga solusi.
Tiga solusi itu antara lain, Telegram telah memblokir semua saluran publik terkait teroris yang sebelumnya telah dilaporkan Kemenkominfo. Durov juga telah mengirimkan email kepada Kementerian untuk membuka saluran komunikasi langsung, yang memungkinkan Telegram dapat bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi dan menghalangi propaganda teroris di masa depan.
BACA: Begini Bachrun Naim Manfaatkan Telegram Untuk Merancang Teror
"Ketiga, kami membentuk tim moderator yang berdedikasi dengan pengetahuan dan budaya Indonesia untuk dapat memproses laporan konten yang berhubungan dengan teroris lebih cepat dan akurat," kata Durov.
Telegram memang terenkripsi dan berorientasi pada privasi. namun bukan berarti pihaknya berteman dengan teroris. Setiap bulannya, Telegram juga melakukan pemblokiran terhadap ribuan saluran publik ISIS dan mempublikasikan hasil kerjannya di @isiswatch. "Kami terus berusaha untuk lebih efisien dalam mencegah propaganda teroris, dan selalu terbuka terhadap gagasan tentang bagaimana menjadi lebih baik dalam hal ini," kata dia.
Atas saran tersebut, Durov juga menantikan umpan balik dari pihak Kemenkominfo. "Saya yakin kita dapat secara efisien membasmi propaganda teroris tanpa mengganggu penggunaan Telegram yang sah oleh jutaan orang Indonesia. Saya akan terus memperbarui saluran ini tentang bagaimana Telegram akan berkembang di Indonesia - dan secara global," kata dia.
BACA: Pengakuan Terduga Teroris Ketika Mendapat Perintah Lewat Telegram
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meminta Internet service provider (ISP) untuk memutus akses terhadap sebelas domain name system (DNS) milik Telegram untuk aplikasi di website. Kanal di layanan berbagi pesan tersebut dianggap memuat propaganda radikalisme, terorisme, kebencian, dan gambar yang mengganggu (disturbing image), yang bertentangan dengan peraturan di Indonesia.
Dalam pemblokiran Telegram, 11 DNS yang diblokir, antara lain t.me, telegram.me, telegram.org, core.telegram.org, desktop.telegram.org, macos.telegram.org, web.telegram.org, venus.web.telegram.org, pluto.web.telegram.org, flora.web.telegram.org, dan flora-1.web.telegram.org.
DESTRIANITA | AMRI MAHBUB