TEMPO.CO, Jakarta -Wacana adanya reshuffle kabinet kerja Jokowi – JK terus mengemuka. Setelah pekan lalu, Presiden Joko widodo menampik adanya reshuffl ekabinetnya. "Enggak ada reshuffle hari ini. Enggak ada. Minggu ini juga enggak ada," ujar Jokowi saat meninjau hunian rumah bagi warga di Perumahan Pesona Bukti Batuah, Balikpapan, Kalimantan, Kamis, 13 Juli 2017.
Namun, wacana reshuffle kabinet Jokowi makin santer setelah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyindir partai pendukung pemerintah yang sikapnya setengah-setengah. Ketika partai pengusung pemerintah bertindak setengah-setengah dalam bekerja, kata Hasto, maka sudah sewajarnya presiden mempertimbangkan kembali posisi wakil partai tersebut di kabinet. Tapi, ia menambahkan, PDIP tidak dalam posisi mendorong-dorong (pengeluaran kader mereka dari kabinet). Pernyataan itu banyak yang mengira arahnya kepada PAn atau Partai Amanat Nasional yang dalam beberapa hal berbeda pandangan dengan Preiden Jokowi.
Baca juga:
Analis Politik: Reshuffle untuk Pastikan Partai di Kabinet Solid
PDIP Sindir Partai Pendukung Pemerintah yang Setengah-setengah
Analis Politik Universitas Indonesia (UI) Donny Gahral Adiansyah pun memberikan tanggapan terhadap PAN dalam Kabinet Kerja Jokowi – JK. “Reshuffle juga memastikan dukungan politik partai pendukung solid. Tidak ada lagi partai yang memiliki wakil di kabinet tetapi bersikap layaknya oposisi,” kata Donny, kepada Tempo, Senin, 17 Juli 2017.
Menurut Donny, reshuffle kabinet bisa saja dilakukan untuk memastikan bahwa semua pembantu presiden tegak lurus dan tidak dua kaki.” Dan, ‘dosa’ terbesar PAN adalah sikap politik yang berbeda dengan Presiden terkait Perpu nomor 2/ 2017 tentang Pembubaran Ormas, atau Perpu Ormas,” katanya.
Baca pula:
Dituding Tak Loyal pada Koalisi Pemerintah, Begini Reaksi PAN
Diterbitkannya Perpu Ormas oleh pemerintah, PAN sebagai salah satu partai pendukung pemerintah tak bulat menerimanya. Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Yandri Susanto mempertanyakan penghapusan mekanisme pengadilan untuk membubarkan suatu organisasi massa, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 atau Perppu Ormas. Menurut dia, aturan ini dapat melemahkan keadilan. "Jadi penilaiannya cukup tafsir tunggal dari mereka (pemerintah saja). Ini yang berbahaya. Pro kontranya sangat tinggi," kata Politisi Pan tersebut, Sabtu, 15 Juli 2017.
Mengenai beda pilihan dengan partai pendukung di Pilkada DKI Jakarta lalu, menurut Donny, Pilkada Jakarta itu tidak ada garis politik yang mengharuskan partai pendukung pemerintah mendukung salah satu calon.
Lebih lanjut, Donny mengatakan, petinggi-petinggi PAN kerap berbeda garis politik dengan pemerintah. “PAN jadi partai pemerintah rasa oposisi,” kata dia. “Seharusnya keluar dari kekuasaan dan menjadi penyeimbang murni ,” ujarnya menanggapi isu reshuffle kabinet Jokowi yang mengencang pekan ini.
S. DIAN ANDRYANTO