TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Yandri Susanto mempertanyakan penghapusan mekanisme pengadilan untuk membubarkan suatu organisasi massa, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 atau Perppu Ormas. Menurut dia, aturan ini dapat melemahkan keadilan.
"Jadi penilaiannya cukup tafsir tunggal dari mereka (pemerintah saja). Ini yang berbahaya. Pro kontranya sangat tinggi," kata Yandri dalam diskusi soal Perppu Ormas yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 15 Juli 2017.
Baca juga: Jokowi Teken Perppu Ormas, HTI Akan Gelar Demonstrasi
Politikus Partai Amanat Nasional mengatakan pengambilan keputusan melanggar atau tidaknya suatu ormas seharusnya tidak hanya ditentukan pemerintah. Dengan adanya penghapusan mekanisme penngadilan ini, Yandri mengkhawatirkan pemerintah menjadi
Ketua Umum Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto mengatakan penghapusan mekanisme itu dikhawatirkan membuat ormas yang dituduh melanggar, tak bisa membela diri. "Pemerintah boleh menuduh, tapi ormas juga boleh menolak tuduhan itu. Di mana pembuktiannya, ya pengadilan. Jadi kalau tak ada pengadilan akan terjadi tuduhan sepihak saja," kata Ismail dalam disuksi tersebut.
Pemerintah belum gamblang menentukan ormas mana yang akan ditertibkan lewat penerbitan Perppu Ormas yang diteken Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 lalu itu. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanana Wiranto tak sedikitpun menyebut nama HTI saat mengumumkan penerbitan Perppu No 2/2017 di kantornya, Rabu siang.
Wiranto berharap DPR tak bersilang pendapat dengan pemerintah soal Perppu Ormas. "Harapan kami, DPR sejalan dengan kami, tanpa ada interest (kepentingan) politik, karena semua mengacu pada kepentingan nasional," ujarnya.
EGI ADYATAMA | YOHANES PASKALIS