TEMPO.CO, Bandung - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat atau Perppu Ormas dikeluarkan untuk penindakan cepat. Tindakan itu tertuju ke organisasi masyakarat (ormas) yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kalau mau perang, apakah musuh menunggu kita berbenah dulu,” katanya di sela acara Deklarasi Anti Radikalisme Perguruan Tinggi di Jawa Barat di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat, 14 Juli 2017, menanggapi diterbitkannya Perppu Ormas.
Baca juga:
Haris Azhar Tentang Wiranto, HTI dan Akibat Perppu Ormas
Rudi juga menepis anggapan tindakan pemerintah terhadap ormas seperti itu melanggar demokrasi. Menurutnya, nanti ada proses pemberitahuan dan pemerintah bisa menyatakan suatu ormas tidak berlaku lagi. “Tapi masih tetap ada proses pengadilan karena kita negara hukum,” kata dia.
Pada aturan lama atau Undang-undang tentang Ormas, untuk membuat suatu ormas tidak boleh aktif lagi hingga proses di pengadilan perlu waktu sekitar 5-6 bulan. “Dalam kurun waktu itu, yang mau radiikal menjalankan amaliah, (tindakannya) terlalu panjang bagi kita,” kata Rudi.
Baca pula:
Jokowi Teken Perppu Ormas, HTI Akan Gelar Demonstrasi
Ia mencontohkan kebijakan di Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup situs radikal pembuat bom misalnya tidak perlu birokrasi. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelejen Negara, dipersilakan meminta staf Kemenkominfo langsung untuk mengeksekusi.
Selain itu, Rudiantara mengatakan, ada asas contrarius actus yang hilang dalam Undang-undang tentang Ormas. Asas itu kewenangan membatalkan atau mencabut izin yang dikeluarkan.
Silakan baca:
Syafii Maarif: Jika Ada Gugatan Perppu Ormas, Hadapi Saja
Perppu Ormas Direspons Negatif, Yasonna: Segala Upaya Dilakukan
Presiden Joko Widodo mengesahkan Perppu tersebut pada 10 Juli 2017 dengan maksud mengantisipasi kegiatan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dinilai mengancam eksistensi bangsa dan menimbulkan konflik. Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 itu Kamis 12 Juli 2017.
Sebelumnya diberitakan, pakar Hukum Tata Negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mempertanyakan dasar pengeluaran aturan Perppu Ormas tersebut. “Negara harus mendeklarasikan keadaan darurat dulu untuk mengeluarkan Perppu," kata Jimly di Jakarta, Kamis, 13 Juli 2017. Setidaknya ada tiga kondisi negara dalam keadaan darurat, yaitu perang, militer, dan sipil. Ia menilai Perppu baru bisa memenuhi syarat jika ada deklarasi negara dalam kondisi darurat.
ANWAR SISWADI