TEMPO.CO, Jakarta - Imparsial menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas atau Perppu Ormas belum mendesak diterbitkan. Penerbitan Perppu nomor 2 tahun 2017 itu dianggap terburu-buru dan reaktif, serta tak didukung alasan yang kuat.
“Pengaturan tentang ormas termasuk pengaturan tentang penjatuhan sanksi sejatinya sudah diatur dalam UU 17 /2013, sehingga tidak ada kekosongan hukum bagi aparat pemerintah untuk menangani kegiatan ormas yang dianggap bermasalah,” ujar Direktur Imparsial Al Araf lewat keterangan tertulisnya, Rabu, 12 Juli 2017 menanggapi seberapa penting Perppu Ormas.
Baca juga:
Wiranto Umumkan Penerbitan Perppu 2/2017 tentang Ormas
Ketentuan baru dalam Perppu 2/2017 pun dianggap bisa mengancam demokrasi dan HAM. Salah satu yang disorot Imparsial adalah pasal 82A Perppu. Pasal itu mengatur soal ancaman sanksi pidana kepada pengurus dan atau anggota ormas, baik langsung maupun tidak langsung, yang terbukti melakukan tindakan permusuhan berbasis SARA dan penistaan agama. Sanksi pidananya minimal 5 tahun penjara.
“Perppu ini juga menghapus pendekatan persuasif dalam penanganan ormas yang dianggap melakukan pelanggaran,” tutur Al Araf.
Baca pula:
Haris Azhar: Secara Hukum Perppu Ormas Ini Ngawur
Imparsial sejatinya mendukung pemerintah dalam menangkal dan menindak ormas-ormas yang aktivitasnya meresahkan masyarakat. Namun, pemerintah didorong untuk tetap berada dalam koridor demokrasi, menghormati HAM, serta prinsip-prinsip negara hukum. “Ini penting untuk memastikan akuntabilitas kebijakan dan langkah pemerintah, tidak merusak tatanan negara demokratik, dan tidak mengancam kebebasan dan hak asasi manusia.”
Imparsial meminta pemerintah tetap memanfaatkan ketentuan dan mekanisme yang diatur UU 17/2013 soal ormas walau menemukan sejumlah alasan kuat untuk membubarkan ormas tertentu.
Simak:
Haris Azhar Tentang Wiranto, HTI dan Akibat Perppu Ormas
Menteri Yasonna H Laoly Yakin Perppu Ormas Diterima DPR
“Suatu Ormas tidak bisa serta merta bisa dibubarkan oleh pemerintah, dan bahkan bentuk sanksi pembubaran ditegaskan sebagai langkah terakhir,” ujar Al araf.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta masyarakat menerima Perppu terkait ormas yang baru terbit pada 10 Juli lalu itu.
Menurut dia, perppu itu dibutuhkan untuk mengantisipasi ancaman, termasuk ideologi yang bertentangan dengan dasar negara. Pembuatan Perppu pun legal dalam rangka menyelesaikan masalah hukum dalam keadaan mendesak, sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/PUU-VII/2009.
"Permohonan kami (pemerintah) adalah ayo masyarakat, pakar, pengamat, tokoh, mari terima ini sebagai kenyataan normatif dari pemerintah, karena hak dan kewenangannya ada," tutur Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu.
Wiranto pun menegaskan bahwa Perppu 2/2017 atau Perppu Ormas tak dimaksudkan untuk membatasi kegiatan ormas. Dia justru menyebut ormas di tingkat nasional dan daerah yang jumlahnya mencapai 344.039 kelompok itu harus diberdayakan di berbagai bidang kehidupan.
YOHANES PASKALIS PAE DALE