TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Riyanto, meminta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak berpolemik di media tentang dugaan markup anggaran pembangunan gedung KPK.
Menurut Bibit, apabila DPR menemukan dugaan markup, yang diperkirakan berjumlah Rp 600 juta, hendaknya mereka memprosesnya melalui jalur hukum.
Baca: Misbakhun: Ada Dugaan Markup Pembangunan Gedung KPK Rp 600 Juta
“Namun, kalau sudah ada penemuan itu, jangan membuat polemik di media. Penegakan hukum yang benar itu, hasil penyelidikan tidak dipertontonkan di media. Silakan, ada tempatnya, jangan ribut di media, kemudian didamaikan, aku juga enggak mau. Ajukan ke pengadilan, ajukan ke penyidik atau kejaksaan,” tuturnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 Juni 2017.
Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi Golkar, Misbakhun, menuding adanya dugaan penggelembungan dana dalam pembangunan gedung baru KPK sebesar Rp 600 juta.
Selain itu, Wakil Ketua Pansus Hak Angket Taufiqulhadi menganggap penyimpangan anggaran terjadi di KPK sejak Taufiqurrachman Ruki menjabat sebagai ketua. Ia menyebutkan tudingan tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan setelah Pansus Angket bertemu dengan BPK.
Menanggapi hal tersebut, Bibit menyayangkan sikap DPR yang terkesan memusuhi KPK, seakan mengulang zaman cicak versus buaya atau saat KPK versus Mabes Polri. Terlebih, dugaan ini semakin diributkan ketika kian banyak anggota DPR yang disebut ikut terlibat dalam korupsi megaproyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
“Namun, kalau anggota DPR menemukan ada markup seperti itu, silakan diproses di pengadilan, tak usah ribut di media. Taufiq Ruki itu kan dua kali di KPK. Zaman pembangunan gedung itu kan dia masih BLT, aku enggak mengikuti sampai ke dalam-dalam itu,” tutur Bibit.
Simak juga: RDP Hak Angket KPK, Prof Romli Sebut KPK Gagal Pencegahan Korupsi
Menurut Bibit, dalam setiap proyek pengadaan barang dan jasa ataupun proyek pembangunan, DPR selalu terlibat. Ia juga menuturkan rekan-rekannya di KPK selalu bekerja secara hati-hati. Sebab, kata Bibit, mereka berpikir, sebelum memperbaiki orang lain, mereka harus lebih dulu memperbaiki diri sendiri.
Apalagi selama ini KPK juga selalu mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.
“Kami selalu dapat WTP, kok, dari BPK. Kami malah mewakili KPK dapat penghargaan dari Sri Mulyani waktu dulu menjadi Menteri Keuangan. Suruh saja anggota DPR itu menelusuri hasil audit BPK terhadap KPK bagaimana,” katanya.
DESTRIANITA