TEMPO.CO, Jakarta--Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pelaku teror bom panci di Bandung adalah mantan narapidana narkoba. Pelaku menjadi radikal melalui bacaan-bacaan di Internet dan beraksi seorang diri tanpa jaringan teroris (lone wolf).
Menurut Tito Karnavian, pelaku teror lone wolf disebut juga leaderless jihad. Mereka berjihad tanpa penuntun dan menurut versi sendiri. Mereka membaca situs-situs radikal di Internet dan terinspirasi. Contohnya adalah pelaku bom panci di Bandung.
Baca: Sebuah Bom Panci Tak Sengaja Meledak di Bandung
"Dari interview pelaku, dia dulunya napi pengguna narkoba," kata Tito seusai acara peringatan Hari Bhayangkara ke-71 di Monas, Senin, 10 Juli 2017.
Pelaku teror lone wolf dengan latar belakang kelam juga terlihat pada pelaku teror di Polsek Nagrek. Pelaku yang membawa parang tersebut, kata Tito, sebelumnya adalah preman yang suka minuman keras. Merasa berdosa dan ingin menebus kesalahan, pelaku ingin berjihad. "Jadi dia katanya untuk menebus dosanya dengan cara lakukan jihad, siap mati, masuk surga," kata Tito.
Lebih lanjut Tito mengatakan lone wolf adalah fenomena baru untuk Indonesia. Dia menjelaskan, jenis pelaku teror terdiri dari dua jenis. Pertama adalah pelaku masuk dalam jaringan dan memiliki struktur. Ini terlihat seperti kelompok JAD, JI, dan MIT.
Simak: Tito Karnavian: Pelaku Bom Panci Bandung Radikal karena Internet
Jenis kedua adalah pelaku yang tidak memiliki struktur, yang disebut lone wolf. Mereka meradikalisasi dan merencanakan teror dengan belajar dari dari Internet. Contoh lone wolf yang lain adalah pelaku yang memasang bendera ISIS di Polsek Kebayoran Lama.
"Dia belajar dari Internet, taruh bendera untuk mengancam di Polsek Kebayoran Lama. Penusukan di Masjid Falatehan juga lone wolf," kata Kapolri Tito Karnavian.
AMIRULLAH SUHADA