TEMPO.CO, Semarang - Terdakwa kasus dugaan suap jabatan, Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini, mengungkapkan banyak pegawai titipan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bagas Waras Klaten. Hal tersebut dia ungkapkan ketika menanggapi kesaksian Direktur Utama RSUD Bagas Waras Klaten Limawan Budi Wibowo saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jumat, 7 Juli 2017.
"Dulu, saudara pernah laporan kalau banyak titipan, termasuk dari Bu Wakil Bupati (Sri Mulyani)," katanya kepada saksi dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widjantono tersebut.
Baca juga: Penyuapnya Mau Disidang, Bupati Klaten Yakin Segera Menyusul
Pernyataan Sri Hartini tersebut dibantah saksi. Menurut Limawan, titipan pegawai baru di rumah sakit tersebut hanya berasal dari Bupati. "Saya tetap pada keterangan, yang mulia," kata saksi kepada majelis hakim.
Dalam sidang tersebut dihadirkan sejumlah saksi yang mengaku telah menyetorkan sejumlah uang untuk masuk sebagai pegawai di sejumlah perusahaan daerah di Kabupaten Klaten.
Salah seorang saksi, Purwanto, mengaku telah menyetorkan Rp 150 juta untuk menjadi pegawai perusahaan daerah air minum (PDAM). Ia mengaku menyetorkan uang melalui Sunarso, sopir pribadi Sri Hartini. Namun, hingga saat ini, ia mengaku belum juga mendapat panggilan kerja di perusahaan daerah itu.
Keterangan serupa disampaikan Sri Sumarni yang sudah membayar Rp70 juta agar anaknya bisa diterima sebagai pegawai di RSUD Bagas Waras. "Anak saya lulusan D3. Bayar, ya, harapannya bisa diterima menjadi pegawai," ujarnya.
Simak pula: Berkas Dilimpahkan, Penyuap Bupati Klaten Segera Disidangkan
Dalam sidang perdana pada Senin, 22 Mei 2017, Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini didakwa jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap dan gratifikasi terkait dengan penataan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang totalnya mencapai Rp 12 miliar.
Rinciannya, terdakwa menerima hadiah atau gratifikasi yang nilainya mencapai Rp 9,17 miliar dari sejumlah orang yang berkaitan dengan berbagai hal di bidang pemerintahan. Adapun Sri Hartini menerima total uang Rp 2,98 miliar sebagai hadiah atau janji yang berkaitan dengan penataan SOTK baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten.
Sri Hartini ditangkap melalui operasi tangkap tangan KPK pada Jumat pagi, 30 Desember 2016. Dia ditangkap karena diduga menerima setoran dari para pegawai negeri sipil terkait dengan promosi jabatan. Pada Sabtu, 31 Desember 2016, KPK menetapkan Sri Hartini sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Klaten Suramlan sebagai tersangka pemberi suap.
ANTARA