TEMPO.CO, Padang - Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat menilai pertemuan Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi dengan para narapidana korupsi salah alamat. Tujuan Hak Angket secara substansi semakin tidak tepat.
"Yang pasti jika koruptor ditanya tentang kinerja KPK sama dengan menanyakan kinerja polisi kepada maling yang ditangkap polisi. Sudah bisa dipertanyakan obyektifitasnya," ujar peneliti PUSaKO Charles Simabura kepada Tempo, Kamis 6 Juli 2017.
Baca juga: Pansus Hak Angket KPK Dengar Keluhan Koruptor Selama 8 Jam
Menurut Charles, hak angket ini semakin menunjukan arogansi DPR. Mereka sepertinya ingin memperlihatkan kekuatannya kepada publik dengan berbuat semaunya. Meskipun melanggar peraturan dan adanya penolakan dari publik.
Charles mengatakan, DPR telah melakukan abuse of power karena telah melabrak kewenangan lembaga lainnya. Misalnya, dengan memeriksa perkara yang merupakan kewenangan lembaga peradilan. Begitu juga dengan memeriksa dugaan pelanggaran HAM yang merupakan kewenangan Komnas HAM.
"Kalau dugaan penyimpangan dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kan bisa diuji di pengadilan. Kalaupun diduga adanya pelanggaran HAM, mestinya lembaga yang lebih tepat menilai adalah Komnas HAM," ujar Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Simak pula: Kasus E-KTP, KPK Akan Panggil Lagi Ketua Pansus Hak Angket
Sebelumnya, Pertemuan antara Panitia Khusus atau Pansus Hak Angket KPK dan para narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, berlangsung tertutup hari ini, Kamis, 6 Juli 2017.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket Risa Mariska mengatakan kunjungan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan KPK dalam proses penyelidikan dan penyidikan. "Apakah ada penyimpangan atau hal-hal yang dirasa merugikan atau melanggar HAM," tuturnya.
ANDRI EL FARUQI