TEMPO.CO, Jakarta - Istilah “ndeso” ramai dibicarakan di berbagai media sosial. Kata “ndeso” bahkan sempat menjadi trending topic Twitter. Kata “ndeso” melambung setelah seorang pria bernama Muhamad Hidayat melaporkan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, dengan tuduhan penodaan agama dan ujaran kebencian (hate speech).
Dalam laporannya ke polisi, Hidayat menyebutkan kalimat kebencian yang dimaksud ada dalam vlog Kaesang Pangarep berjudul #BapakMintaProyek. Salah satu kata yang disebut mengandung ujaran kebencian adalah “dasar ndeso”. Namun sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, mengatakan tidak ada unsur kebencian dalam istilah “ndeso”.
Baca juga: Warganet Riuh Membicarakan Kaesang Pangarep dan Ndeso
“Istilah 'ndeso' itu konotasinya guyonan. Bukan sinis atau ada tendensi menghina pihak yang disebut 'ndeso',” kata Arie saat dihubungi Tempo, Kamis, 6 Juli 2017.
Arie, yang lama mempelajari sosiologi pedesaan, menjelaskan bahwa penyebutan “ndeso” merupakan bahasa kultural yang biasa digunakan berbagai komunitas, baik di perkotaan maupun pedesaan. Penafsiran secara umum, istilah “ndeso” itu bahasa populer untuk menunjukkan sesuatu yang terbelakang, unik, dan jauh dari kemajuan.
“Orang menyebut itu untuk mengakrabkan dalam pergaulan. Tidak ada tendensi menghina,” ujar Arie.
Baca juga: Pelapor Kaesang Pangarep Bantah Sengaja Bidik Putra Jokowi
Bahkan, dalam komunitas di pedesaan, istilah tersebut juga mereka ucapkan untuk hal-hal yang dinilai ketinggalan zaman. Semisal, mengomentari temannya yang tidak bisa menggunakan smartphone.
“Tapi spiritnya guyonan. Orang desa pun tersenyum, bahkan ngguyu (tertawa) kalau dibilang ndeso,” kata Arie.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Video Terkait:
Video Blog Kaesang yang Dilaporkan ke Kepolisian atas Tuduhan Hate Speech