TEMPO.CO, Nunukan - Puluhan pelajar lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menggelar aksi demonstrasi karena tak diterima di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri diseluruh Kabupaten Nunukan. Aksi digelar di Tugu Dwikora, Kabupaten Nunukan. Di lokasi tersebut, pelajar yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) langsung menelpon Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan Muhadjir Effendy.
Berikut dialognya, dimulai oleh Anggita, seorang siswi lulusan SMP di Nunukan dengan Mendikbud Muhadjir Effendy. "Kartu Keluarga (KK) saya masih di daerah Bandung, masih Indonesia juga kan Pak, kenapa dibedakan. Jadi yang diterima hanya yang berdomisili di sini selama lebih dari 6 bulan. Kakak saya memang masih di Bandung, tapi saya punya surat keterangan domisili karena saya sudah hampir 2 tahun di Nunukan pak," kata Anggita.
Baca juga:
Soal Polemik Zonasi PPDB Siswa Baru, Mendikbud Muhadjir Menjawab
Telepon seluler yang digunakan Anggita untuk menelpon tidak di-loudspeaker, sehingga suara Menteri Muhadjir hanya terdengar sayup-sayup. "Kepala dinas tidak punya tindakan apa-apa pak," lanjut Anggita.
Suara Menteri Muhadjir sempat beberapa kali masuk pengeras suara meski tak terdengar secara menyeluruh. "Sekarang ini kamu didampingi oleh siapa," tanya Muhadjir.
"Saya didampingi sama orangtua murid yang lain. Karena tidak hanya saya sendiri pak. Tapi hampir 200 orang yang tidak diterima di sekolah (Negeri) manapun," jawab Anggita.
Baca pula:
PPDB SMP Negeri, Bandung Hapus Sistem Zonasi
"Iya, kalau kamu telepon saya, terus saya tidak bisa berbicara dengan yang lain (pihak berwenang), terus maunya bagaimana," tanya Muhadjir lagi.
"Yang lain pastinya maunya sama dengan saya dong pak, masuk ke sekolah yang negeri," kata Anggita.
"Iya, tapi kamu kan di Nunukan, saya disini. Terus kalo kamu nelepon, saya harus ngobrol dengan siapa di sana (yang punya kewenangan), kamu dengan siapa sekarang, kalo saya bicara dengan kamu kan tidak menyelesaikan masalah," jawab Muhadjir.
Silakan baca:
Tahun Ini Depok Terapkan Sistem Zonasi di PPDB Tingkat SMP
Anggita tetap bersikeras agar Menteri Muhadjir dapat mengubah kebijakan sistem zonasi sebagai penentu penerimaan siswa baru. "Tapi setidaknya, Bapak mungkin bisa buat kebijakan lain, tindakan lain, tanpa Bapak harus menginjakkan ke Nunukan kan," tanya Anggita lagi.
Muhadjir kembali menjelaskan agar Anggita memberikan telepon selulernya kepada pihak yang berwenang, untuk dapat menyelesaikan persoalan Anggita.
"Iya, gini mbak, gini, kamu ini kan punya masalah, kamu sekarang punya masalahkan," tanya Muhadjir.
"Iya pak," jawab Anggita.
"Nah saya mau selesaikan masalah kamu itu. Sekarang siapa disitu (yang berwenang) yang bisa saya bicara," tanya Muhadjir.
Demontran yang lain lalu berteriak dan menanyakan apakah yang berbicara benar Menteri Muhadjir. "Iya, saya Menteri," jawab Muhadjir.
Anggita lalu melanjutkan dialognya dengan Menteri Muhadjir. "Bukannya saya bermaksud tidak sopan Pak sama Bapak," kata dia.
"Saya bukan bilang kamu tidak sopan. Tetapi kamu sekarang dengan siapa disitu (dari dinas pendidikan) atau cari kepala dinasnya," kata Muhadjir.
Merasa tidak puas, telepon seluler diambil alih oleh demonstran lainnya.
"Assalamualaikum Pak Menteri, Izin pak Menteri, Kabupaten Nunukan ini masih terpencil dan terluar, Nunukan ini masuk Kalimantan Utara, dari Tarakan kita harus naik speed boat atau pesawat, di perbatasan Kabupaten Nunukan - Ambalat," kata demonstran lainnya.
"Iya, orang saya juga baru pulang dari Nunukan," jawab Muhadjir.
"Siap Pak Menteri, jadi begini Pak Menteri, saya melihat kebijakan yang dikeluarkan provinsi (Kalimantan Utara) infrastrukturnya belum siap. Seperti tahun kemarin, laptop-nya pinjam waktu ujian nasional. Kita kekurangan RKB (Ruang Kelas Baru)," lanjut pria itu.
"Dengan siapa saya berbicara," tanya Muhadjir.
"Saya Muhammad Mansyur LSM Panjiku, Pancasila Jiwaku," jawab pria itu.
"Inilah yang sekarang yang terjadi di Kabupaten Nunukan, Pak Menteri. Jadi sebagai anak perbatasan, supaya kita bisa bersaing dengan negara lain, seperti Tawau, Sabah-Malaysia, supaya kita tidak malu masalah pendidikan," kata Muhammad Mansyur.
Mansyur lalu menjelaskan, bahwa kendala utama aturan zonasi sekolah ialah minimnya Ruang Kelas Baru (RKB) di Nunukan. "Kita kekurangan RKB, hampir-hampir masyarakat dengan kepala sekolah bertentangan. Kami minta solusi dari Pak Menteri, supaya anak kami bisa masuk ke (Sekolah) Negeri," kata dia.
Mendikbud Muhadjir Effendy menyarankan agar memilih sekolah lain, yakni sekolah swasta. Namun, Mansyur mengeluhkan fasilitas sekolah swasta di Nunukan. "Orang tua murid mau (anaknya) masuk ke swasta Pak Menteri, tapi fasilitasnya tidak siap. Gurunya juga, guru SD mengajar SMA, apa bisa Pak Menteri. Itulah kendala kami di perbatasan. Mungkin itu saja yang saya ingin laporkan ke Pak Menteri," kata Mansyur.
Dialog kembali dilakukan antara Mansyur dan Menteri Muhadjir Effendy, Namun tak lagi menggunakan pengeras suara.
SAPRI MAULANA