TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berpendapat pengaturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold dalam Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu tidak mengurangi esensi demokrasi. Sebab, Tjahjo menilai kualitas demokrasi tidak ditentukan oleh banyaknya calon presiden dan wakil presiden.
“Justru sebaliknya sistem pemilu yang dibangun sudah tepat karena mendorong peningkatkan kualitas capres-cawapres yang sejalan dengan upaya penguatan esensi atau substansi demokrasi serta konsolidasi demokrasi,” kata Tjahjo Kumolo melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin 26 Juni 2017.
Baca juga:
PUSaKO: UUD 45 Tak Hendaki Presidential Threshold
Syarat Calon Presiden 20 Persen Dianggap Tak Langgar Konstitusi
Pengaturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) menjadi polemik di ujung pembahasan RUU Pemilu. Sikap DPR dalam Panitia Khusus RUU Pemilu dan Pemerintah pun terbelah. Misalnya, Fraksi Partai Golkar bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai NasDem, dan pemerintah menginginkannya di angka 20-25 persen dari total suara pemilu.
Sementara beberapa partai seperti Demokrat dan Partai Gerindra ingin ambang batas 0 persen. Belakangan, muncul opsi tengah dengan menurunkan ambang batas pencalonan presiden pada angka 10-15 persen. Pemerintah berkukuh pada pilihan 20-25 persen.
Baca pula:
Presidential Threshold 20 Persen Perkuat Dukungan ke Pemerintah
Yusril: Pengaturan Presidential Threshold Berpotensi Digugat
Tjahjo pun berargumen Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 tidak membatalkan pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. “Artinnya ketentuan presidential treshold 20 persen kursi dan 25 persen suara masih sah dan berlaku,” ujarnya. RUU Pemilu, kata dia, tidak menambah dan tidak mengurangi Pasal 9 UU 42/2008 yang tidak dibatalkan MK, meskipun Pemilu 2019 digelar serentak.
Tjahjo Kumolo mengatakan partai politik atau gabungan parpol yang memenuhi presidential treshold dapat mengusulkan pasangan sebelum pelaksanaan pemilu 2019. Rujukannya, ambang batas yang berlaku pada Pemilihan Umum 2014. “Dengan demikian logika yang diberitakan bahwa ada pendapat terkait kedaluarsa kondisi politik 5 tahun sbelumnya adalah tidak tepat,” kata Tjahjo.
ARKHELAUS W.