TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX 2009-2014 Charles Jones Mesang didakwa menerima Rp 9,75 miliar dalam bentuk US$ 80 ribu. Suap itu diberikan untuk menambah anggaran dana tugas pembantuan tahun 2014 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
"Terdakwa Charles Jones Mesang menerima hadiah atau janji, padahal patut diduga hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan terdakwa melakukan sesuatu yang melanggar hukum," kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdul Basir saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 22 Juni 2017.
Jaksa menyebut sumber dana yang diterima Charles bersumber dari banyak pihak, antara lain: Direktur PT Wilko Jaya Ronald Lesley sebagai penyedia barang/jasa di Provinsi Sumatera Selatan; Rohadi selaku penyedia barang/jasa di Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan; Yohanis Elo Kaka selaku Direktur Surya Mekar Raya yang merupakan penyedia barang/jasa di Kabupaten Sumba Timur.
Baca: Suap Kemenaker, KPK Tahan Anggota DPR Charles Jones Mesang
Sumber dana juga berasal dari Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Mobilisasi Penduduk Kabupaten Aceh Timur M. Yasin; Sekretaris Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bellu Embang Bella; Kepala Bidang Transmigrasi pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyuasin Tamsil; Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Rote Ndao Frederik S.B Haning; Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mamuju Muhammad Arifin; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Takalar Arfa.
Pihak lain yang turut memberi adalah Mona Howarto selaku penyedia barang/jasa di Kabupaten Sigi; Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Poso Mahmudin Jamal; Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tojo Una Una Abdul Agfar Patanga; Direktur PT Wirata Daya Muktitama Maryono Hadi Sanyoto yang merupakan penyedia barang/jasa di Kabupaten Kayong Utara; serta PPK pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi Kabupaten Toraja Utara Yohana Sara Ritha.
Selanjutnya Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kabupaten Konawe Mudiyanto dan Alex E Makalo selaku kuasa Direktur PT Bantana Permai yang merupakan penyedia barang/jasa di Kabupaten Teluk Wondama. Semua dana diberikan melalui Achmad Suadi.
Simak: KPK Perpanjang Masa Penahanan Charles Jones Mesang
Jaksa menyebut tujuan pemberian uang agar Charles menyetujui permintaan Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KTrans) Kementerian Tenaga Kerja untuk menambah anggaran dana tugas pembantuan tahun anggaran 2014. Rencananya anggaran itu akan disalurkan ke beberapa daerah, di antaranya Provinsi Sumatera Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Banyuasin, Sumba Timur, Aceh TImur, Bellu, Rote Ndao, Mamuju, Takalar, Sigi, Tojo Una Una, Kayong Utara, Toraja Utara, Konawe dan Teluk Wondama.
Suap ini bermula ketika Dirjen P2KTrans Jamaluddien Malik bersama Achmad Said menemui terdakwa untuk meminta bantuan dalam memperjuangkan anggaran tugas pembantuan 2014 di Komisi IX dan Badan Anggaran. Pada pertemuan itu, Said mengatakan bahwa mereka membutuhkan dana optimalisasi hingga Rp 300 miliar. Mendengar penuturan Said, Charles mengatakan, "Nanti kita perjuangkan."
Setelah pertemuan itu, pada setiap rapat di Komisi IX maupun badan anggaran, Charles selalu mengusahakan penambahan anggaran untuk Ditjen P2kTrans. Terdakwa bahkan berjanji akan memberikan sejumlah uang kepada beberapa anggota komisi IX DPR. Terdakwa lantas meminta fee kepada Achmad Said Hudri sebesar 6,5 persen dari jumlah anggaran yang akan diterima Ditjen P2KTrans.
Lihat: Suap Kemenaker, KPK Tahan Anggota DPR Charles Jones Mesang
Fee itu rencananya akan dibagikan kepada anggota badan anggaran sebesar 5 persen, anggota Komisi IX DPR sebesar 1 persen, dan untuk Charles 0,5 persen. Achmad Said menyetujui permintaan Charles.
Pada 21 Oktober 2013, Charles menghadiri rapat kerja dengan pejabat Kemenakertrans, di antaranya Muhaimin Iskandar, Jamaluddien Malik, Achmad Said Hudri dan pejabat lain dengan agenda usulan tambahan anggaran optimalisasi tahun anggaran 2014 sejumlah Rp 610 miliar. Pada rapat itu ditentukan Ditjen P2KTrans mendapat Rp 175 miliar. Namun pada rapat 21 November 2013 diubah menjadi Rp 150 miliar.
Terdakwa lalu menyampaikan perubahan itu kepada Achmad Said Hudri dan meminta agar pemberian fee 6,5 persen segera direalisasikan. Achmad Said lantas melapor kepada Jamaluddien Malik. Selanjutnya ia meminta fee kepada kepala daerah atau kepala dinas transmigrasi setiap provinsi atau kota calon penerima dana tugas pembantuan sebesar 9 persen dari dana yang akan diterima.
Baca juga: Suap di Kemenakertrans, Nova Riyanti Jadi Saksi KPK
Pemberian fee kemudian direalisasikan dengan menyerahkan uang melalui Achmad Said Hudri, Jamaluddine Malik, Syafruddin dan Kepala Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan Sesditjen P2KTrans Sudarti. Total uang yang terkumpul dari 16 kepala dinas yang membidangi transmigrasi atau penyedia barang/jasa pada beberapa daerah adalah Rp 14,65 miliar dengan jumlah bervariasi antara Rp 200 juta hingga Rp 3,4 miliar.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 9,75 miliar ditukarkan dengan pecahan dolar AS dan diberikan kepada Charles melalui Achmad Said Hudri secara bertahap sebanyak 4 kali. Penyerahan dilakukan dalam rentang November hingga Desember 2013 di ruang kerjanya di lantai 11 Gedung Nusantara 1. Charles kemudian memberikan sebagian uang itu kepada Achmad Said sebesar US$ 20 ribu atau setara Rp200 juta.
Simak: KPK Tetapkan Anggota DPR Asal Golkar Jadi Tersangka Suap Anggaran
Setelah itu, Kepala Biro Perencanaan Setjen Kemenakertrans Sugiarto Sumas menindaklanjuti persetujuan Komisi IX dengan menetapkan alokasi anggaran untuk pemberian dana tugas pembantuan terhadap 16 daerah dengan total Rp 150 miliar yang besarannya bervariasi antara Rp 4,538 miliar hingga Rp 19,036 miliar.
Atas perbuatannya, Charles didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Charles terancam hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI