TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan Ninik Rahayu mengungkap penemuan sejumlah potensi maladministrasi penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Potensi maladministrasi itu dilakukan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).
“Laporan ke Ombudsman adalah laporan yang disampaikan korban terkait dengan maladministrasi KDRT yang dialami,” ujar Ninik di kantornya, Senin, 19 Juni 2017.
Ninik menuturkan ada ribuan kasus KDRT yang dialami perempuan. Namun laporan yang masuk ke lembaganya hingga Mei 2016 hanya 14 kasus. Mereka umumnya melaporkan ke Ombudsman karena kasusnya tak ditangani oleh P2TP2A dan PPA.
Baca: Ridwan Kamil Bentuk Tim Pendampingan Hukum Korban KDRT
Ninik menjabarkan ada lima bentuk maladministrasi dalam penanganan kasus KDRT. Di antaranya lemahnya koordinasi di antara P2TP2A dan PPA. Misalnya petugas tidak memiliki latar belakang psikologi seperti yang terjadi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan sehingga layanan lanjutan laporan mereka tidak terfasilitasi.
Ada pula maladministrasi berupa kurangnya waktu pelayanan yang disediakan P2TP2A. Pihaknya menemukan sejumlah kantor yang belum memiliki rumah aman, rumah singgah, ruang tindakan, dan inap. Bahkan masih ada yang belum mempunyai kantor pelayanan.
Ombudsman juga menemukan kantor pelayanan yang tidak memadai karena tidak menjamin kenyamanan dan keamanan saat melaporkan kasus KDRT. “Mereka memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan,” kata Ninik.
Baca: 80 Persen Kekerasan Terhadap PRT Tak Terpublikasi
Maladministrasi lain adalah koordinasi antar lembaga kurang optimal, yaitu antara P2TP2A dengan PPA dan rumah sakit pemerintah daerah setempat.
Untuk itu, Ninik melanjutkan, pemerintah melalui kementerian terkait perlu membuat peraturan mengenai P2TP2A dengan tugas dan kewenangan serta sumber dana. Pihaknya mendorong kepolisian membentuk unit PPA di seluruh daerah dan resor dan memantau penanganan pengaduan pada unit itu.
Pemerintah juga perlu membuat mekanisme koordinasi dengan pihak terkait dalam menangani persoalan KDRT, yaitu kepolisian, P2TP2A, dan rumah sakit. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kata dia, perlu menguatkan fungsi dan melaksanakan rencana aksi nasional. Selain itu segera menyusun standard operasional prosedur yang mengatur mulai dari birokrasi hingga sistem rujukan penanganan kasus KDRT.
Baca: Cegah KDRT, Pengantin Perempuan India Diberi Hadiah Pentungan
Ninik menambahkan Kementerian pun perlu menyamakan persepsi, perumusan variabel data dan pemutakhiran sistem pendataan kasus KDRT. Pola koordinasi juga perlu diperbaiki. “Agar para korban tidak lagi takut atau ragu dalam menyampaikan laporan KDRT,” katanya.
DANANG FIRMANTO