TEMPO.CO, Yogyakarta -Puluhan warga Yogya yang tergabung dalam Jaringan Anti Korupsi Yogyakarta menggelar aksi unjukrasa menentang usulan hak angket oleh DPR terhadap KPK di depan Gedung DPRD DIY Jalan Malioboro Yogyakarta, Kamis, 15 Juni 2017.
Para warga yang menentang hak angket untuk KPK itu didominasi kaum perempuan itu menggunakan pakaian jawa lengkap berbalut rompi plastik merah dengan berbagai tulisan seperti Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Pernikahan, Jaminan Sosial, Bantuan Sosial, dan lainnya.
Baca juga:
DPR Akan Panggil Miryam Soal Hak Angket, KPK: Tidak Boleh
“Hak angket terhadap KPK menunjukkan adanya konflik kepentingan yang besar dari DPR karena bersamaan dengan kasus korupsi e-KTP yang sedang ditangani KPK,” ujar Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM), Yogyakarta, Tri Wahyu di sela aksi.
Tri menuturkan, korupsi e-KTP merupakan satu bukti sempurna jika kasus korupsi telah dirancang sejak awal dalam suatu proyek pemerintah. Terlebih dalam perjalanan pengusutan kasus itu, KPK menemukan sejumlah anggota DPR mendominasi pihak yang diduga menerima aliran dana proyek yang ditaksir merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
Baca pula:
3 Kekeliruan Pansus Hak Angket KPK Versi Mahfud MD dan Pakar Lain
Dalam aksi itu, para aktivis di Yogya juga memajang sejumlah nama anggota DPR yang menjadi panitia angket KPK juga disebutkan (diduga terlibat/menerima aliran dana) dalam persidangan kasus korupsi e-KTP.
Yakni Agun Gunanjar selaku Ketua Panitia Angket yang berasal dari Fraksi Golkar (disebut menerima 1,047 dollar AS), Masinton Pasaribu dari fraksi PDI Perjuangan, Bambang Soesatyo dari Fraksi Golkar, dan Desmond J Mahesa dari Fraksi Gerindra (ketiganya disebut menekan mantan anggota DPR Miryam S Haryani agar tak mengakui perbuatan penerimaan uang dari proyek e-KTP).
Silakan baca:
Soal Hak Angket KPK, Peneliti LIPI: Ujian bagi Presiden Jokowi
“Kami sayangkan sekali ada bekas aktivis 1998 seperti Masinton Pasaribu dan Desmond J Mahesa ikut jadi panitia hak angket KPK,” ujar Tri. Aktivis perempunan dari Perempuan Indonesia Anti Korupsi (PIA) Wasingatul Zakiah menuturkan, korupsi e-KTP paling merugikan kelompok perempuan. Sebab e-KTP menjadi identitas pokok warga negara yang selama ini dipakai untuk mengakses berbagai keperluan dasar bagi tiap rumah tangga. Seperti mengurus bantuan sosial, mengurus akta kelahiran, sampai jaminan sosial.
“Semua dokumen selalu menggunakan KTP, dan kini warga diberi layanan dari hasil proyek yang jadi bancakan elit,” ujar Zakiah. Oleh sebab itu, dalam aksi tersebut para ibu-ibu mengenakan rompi bertulis berbagai jenis dokumen dan program yang bergantung pada e-KTP. “Seluruh perempuan Indonesia harus bergerak menentang hak angket KPK ini,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO