TEMPO.CO, Bandung - Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral merekomendasikan agar pemotongan lereng galian tidak terlalu tegak dan harus mengikuti kaidah-kaidah geologi teknik agar tidak terjadi tanah longsor.
“Penyebab gerakan tanah diduga akibat pemotongan lereng yang terlalu tegak oleh aktivitas penambangan sehingga lereng menjadi sangat terjal,” kata Kepala Badan Geologi, Ego Syahrial pada Senin, 12 Juni 2017.
Pernyataan Ego disampaikan terkait dengan longsor yang terjadi di Cianjur dan Cirebon, Jawa Barat pada Minggu 11 Juni 2017. Selain mengakibatkan warga belasan rumah di Cianjur harus mengungsi, longsor membuat korban luka serius di Cirebon.
Gerakan tanah terjadi di Kampung Margalaksana RT 01 RW 06 Desa Girimukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Gerakan tanah terjadi pada Minggu 11 Juni 2017 siang hari. Akibatnya satu rumah rusak berat dan 12 rumah terancam longsor.
Penyebab gerakan tanah itu diduga akibat tingkat pelapukan yang tinggi dan dipicu hujan deras dengan durasi yang cukup lama. Tipe gerakan tanah itu berupa longsoran material tanah. Badan Geologi merekomendasikan agar pemilik rumah yang terancam agar selalu waspada.
“Bila perlu mengungsi ketempat yang lebih aman, untuk menghindari terjadinya gerakan tanah susulan,” ujar Ego.
Selain itu, warga perlu menata aliran permukaan atau drainase pada lereng tersebut. Saran lain yaitu memasang rambu-rambu bahaya longsor sebagai bentuk mitigasi bencana.
Sementara kejadian di Cirebon, yaitu gerakan tanah di tambang galian C. Tepatnya di Desa Ciawiasih, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kejadian gerakan tanah terjadi pada Minggu 11 Juni 2017 pukul 12.15 WIB.
Dampaknya, tebing setinggi 8 meter mengalami longsor dan menimbun seorang kernet excavator. Korban luka di kepala dan kaki setelah sempat terjebak di kabin kendaraan yang tertimpa material longsor.
ANWAR SISWADI