TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempertimbangkan ambang batas pencalonan presiden dengan perolehan suara minimal 20-25 persen di RUU Pemilu, serupa persyaratan pada pemilu 2014. Artinya, partai politik yang menjadi peserta pemilu 2014 dapat membentu gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Termasuk partai yang ikut pemilu lalu, tapi tidak dapat alokasi Kursi DPR RI,” kata Tjahjo melalui pesan tertulis di Jakarta, Kamis, 8 Juni 2017. Ia berpandangan ambang batas pengajuan calon presiden sama dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
Baca: PPP Usul Syarat Partai Mengusung Capres Dinaikkan
Tjahjo mengatakan keberadaan presidential threshold tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut dia, keberadaan ambang batas ini memastikan bahwa pasangan presiden dan wakil presiden yang akan terpilih telah memiliki dukungan minimum partai politik atau gabungan partai politik di parlemen.
“Presidential Threshold mendorong peningkatan kualitas pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata dia.
Baca Juga:
Pembahasan ambang batas presidensial menjadi salah satu isu krusial yang masih dibahas dalam Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu. Pembahasan RUU Pemilu sendiri menyisakan lima isu krusial.
Baca: RUU Pemilu, Menteri Tjahjo Setuju Ambang Batas Parlemen Naik
Lima isu itu adalah sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi.
Presidential threshold sempat menjadi tarik-ulur dalam pembahasan RUU Pemilu. Sebab, sebagian partai politik menghendaki ambang batas pengajuan calon presiden dibuat menjadi 0 persen. Pemerintah khawatir akan muncul banyak calon presiden. Padahal, pemerintah ingin RUU Pemilu ini menghasilkan pola rekrutmen yang baik.
ARKHELAUS W. | ISTMAN MP.