TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap risiko yang harus ditanggung bila benar ada 11 warga Indonesia di Marawi, Filipina. Menurut Kalla, bisa saja warga Indonesia pergi ke Filipina untuk ikut pelatihan dengan jaringan teroris. "Itu bahayanya kalau orang Indonesia ke Filipina," kata Kalla di Jakarta, Minggu, 28 Mei 2017. Rsiko tersebut, kata Kalla, harus ditanggung oleh masing-masing orang.
Baca: Militer Vs ISIS, Sekitar 2.000 Warga Sipil Terjebak di Marawi
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di pulau Mindanao menyusul baku tembak antara tentara dan kelompok bersenjata terafiliasi ISIS di Kota Marawi. "Presiden meminta saya mengumumkan bahwa mulai pukul 22.00 waktu Manila, beliau sudah menyatakan status darurat militer di seluruh Pulau Mindanao," kata Ernesto Abella, juru bicara Duterte seperti dilansir Al Jazeera, Rabu lalu, 24 Mei 2017.
Abella menyatakan, darurat militer ini akan berlangsung selama 60 hari. Abella menambahkan, status darurat itu mencakup seluruh wilayah Pulau Mindanao dan kepulauan di sekitarnya.
Baca: Pemerintah Indonesia Antisipasi Larinya ISIS dari Filipina
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Nasir menyatakan ada 11 warga Indonesia yang ada di Marawi. Sebanyak 10 WNI merupakan Jamaah Tabligh asal Bandung dan Jakarta yang sedang melakukan Khuruj (meninggalkan rumah untuk ibadah dan dakwah di masjid selama 40 hari).
"Satu orang lainnya adalah WNI yang menikah dengan orang setempat dan sudah lama tinggal di Marawi," kata Arrmanatha kepada Tempo. Menurut dia, selama ini WNI yang menikah itu menjalin kontak dengan Konsulat Jenderal RI di Davao.
Arrmanatha menyatakan hingga saat ini ke-11 WNI itu tidak mempunyai keterkaitan dengan kelompok Maute, ISIS atau kelompok teroris lain yang tengah berkonflik di Marawi. "Kesepuluh WNI dalam keadaan baik dan aman," ucapnya.
ADITYA BUDIMAN | SITA PLANASARI