TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjanjikan revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau Revisi Undang-undang Anti Terorisme tidak akan melanggar batas-batas hak asasi manusia (HAM). Ia mengkalim RUU Pemberantasan Terorisme tidak akan berlaku sampai sejauh itu ketika diresmikan nanti.
"Kami akan menjamin bahwa UU Pemberantasan Terorisme tidak akan disalahgunakan," ujar Wiranto saat memberikan keterangan pers di kantor Kemenkopolhukam, Jumat, 26 Mei 2017.
Baca :
Seretnya Pembahasan RUU Anti-Terorisme
Revisi UU Antiterorisme Ditargetkan Selesai Akhir Tahun Ini
Sebagaimana diketahui, revisi UU Pemberantasan Terorisme kembali menyeruak setelah insiden bom di Kampung Melayu terjadi Rabu lalu. Peristiwa yang menewaskan lima orang tersebut membuat Presiden Joko Widodo meminta pembahasan RUU Pemberantasan Terorisme untuk segera diselesaikan.
Adapun pembahasan RUU Pemberantasan Terorisme, sejak tahun lalu, terus mengambang karena sebagian isinya dianggap bermasalah. Salah satunya, perihal Pasal 43a di mana penyidik atau penuntut umum diperbolehkan mencegah dan menempatkan orang yang diduga teroris di suatu tempat selama enam bulan dalam rangka penanggulangan terorisme.
Pasal itu dianggap berbahaya oleh sejumlah penggiat HAM karena berpotensi karet. Apa yang mereka takutkan adalah aparat penegak hukum, yang dalam hal ini adalah Polri dan TNI akan menyalahgunakan pasal itu untuk menahan orang-orang yang belum tentu berbahaya seperti di masa orde baru.
Simak : RUU Antiterorisme, Pemerintah Tambah Pasal Santunan
Wiranto mengaku sudah mendengar keluhan-keluhan itu dan akan mengambil tindakan soal isi RUU Pemberantasan Terorisme yang dianggap bermasalah. Ia tidak menyebut pasal-pasal apa saja yang berbahaya, namun ia menyebut hal-hal yang berpotensi disalahgunakan akan coba dihilangkan.
Ia pun berkata, hal yang diinginkan pemerintah adalah aturan yang proprosional namun tetap tegas, bukan aturan subversif di mana terlampau tegas. Ia berkata, teroris beraksi menggunakan berbagai cara sehingga tidak bisa RUU Pemberantasan Terorisme bersifat ringan atau memborgol langkah aparat penegak hukum.
"Sejumlah negara masih memakai aturan subversif di mana jika ada orang atau kelompok yang ngomong tidak jelas sedikit langsung ditangkap. Kami tidak akan seekstrim itu, kecuali ada tanda, ajakan, atau atribut yang menjurus ke radikalisme," ujarnya menegaskan.
Baca juga : Hak Ribuan Korban Terorisme Belum Terpenuhi
Terakhir, Wiranto menegaskan bahwa UU Pemberantasan Terorisme harus segera diwujudkan. Semakin lama aturan itu mengambang, menurut dia, akan terbatas langkah penegak hukum menindak aksi terorisme.
"Banyak kejadian tatkala aparat melakukan langkah represif, maaf maksud saya preventif, dituduh melakukan pelanggaran HAM. Begitu ada peristiwa teror, disebut kecolongan. Kami ingin RUU Pemberantasan Terorisme segera dituntaskan," ujarnya mengakhiri.
Secara terpisah, Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin enggan berkomentar soal revisi UU Anti Terorisme yang selama ini dianggap bermasalah. Dimintai tanggapan, ia menyatakan hal itu sudah disampaikan oleh Wiranto.
ISTMAN MP