TEMPO.CO, Jakarta - Banda Aceh kembali melaksanakan hukuman cambuk kepada sepuluh orang warga yang melanggar Qanun Nomor 7 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, Rabu 23 Mei 2017. Terkait adanya pernyataan bahwa hukuman tersebut melanggar HAM, Kepala Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah) Yusnardi membantahnya.
Hukuman cambuk diberlakukan di Aceh sesuai kekhususan Aceh yang menjalankan syariat Islam sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Baca : Sepasang Gay Besok Akan Jalani Hukuman Cambuk di Banda Aceh
Hukuman cambuk hari ini digelar di halaman Masjid Lamgugop, Syiah Kuala, Banda Aceh. Satu pasangan yang dicambuk adalah gay. Yusnardi mengatakan kasus cambuk untuk gay adalah yang pertama kali di Aceh, sejak hukum cambuk diberlakukan pada 2003 silam.
Hukum cambuk sendiri diatur dalam Qanun Hukum Jinayat, yang juga mengacu kepada Al Quran dan hadist. “Masyarakat luar mungkin merasa asing, karena di luar tidak diatur tentang hukuman yang seperti ini,” kata Yusnardi lagi.
Kalau ada yang bilang melanggar HAM, Yusnardi mengajak semua pihak bisa saling menghargai proses hukuman cambuk, karena yang dilakukan tersebut sesuai dengan aturan dalam hukum.
Simak pula : Empat Pasangan Muda-mudi Dicambuk 20 Kali, Ini Sebabnya
Sementara itu, Tgk Abdul Gani Isa dari dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh mengatakan hukuman cambuk berdasarkan azas pembelajaran yang terkandung dalam Qanun Aceh, persuasif dan mendidik semua orang. “Tidak bertentangan dengan HAM,” katanya.
Hukuman menurutnya, juga dilaksanakan secara terbuka dan melalui proses pengadilan. Bahkan saat prosesi hukuman cambuk dilakukan, mereka didampingi jaksa dan tim medis, sesuai dengan aturan yang dibakukan dalam qanun.
ADI WARSIDI