TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah relawan pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan menghormati keputusan pencabutan banding, Senin, 22 Mei 2017. Mereka mengaku tidak kecewa ataupun merasa terkhianati. “Kami menghormati sepenuhnya keputusan tersebut karena pencabutan berkas merupakan hak Ahok selaku terdakwa,” ujar penasihat Teman Ahok, I Putu Artha. (Baca: Vonis untuk Ahok Dikecam Amnesty International)
Ahok mencabut berkas banding lewat istrinya, Veronica Tan, dan tim kuasa hukumnya hanya setengah jam setelah menyerahkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Vero datang mengenakan baju putih bersyal kuning didampingi sejumlah pengacara Ahok, termasuk adik kandung Ahok, Fifi Letty.
Putu mengatakan belum mengetahui alasan pasti di balik pencabutan berkas tersebut. Ia menduga keputusan Ahok itu untuk mempercepat proses rekonsiliasi antarwarga Jakarta yang masih terbelah pasca-pemilihan gubernur lalu. Jika opsi banding tetap dijalankan, menurut dia, potensi gesekan akan terus bergulir. “Ahok bersedia menjadi martir,” ucapnya. (Baca: Pendukung Ahok: Putusan Hakim Bukti Kemenangan Intoleransi)
Selain itu, tutur Putu, penolakan untuk menggunakan hak banding bisa diartikan sebagai bentuk protes Ahok. Sebab, sistem peradilan Indonesia masih membuka peluang intervensi dari persoalan-persoalan politis. Keputusan menuntut keadilan di jenjang peradilan karenanya bisa melahirkan risiko. “Bukan tidak mungkin hukuman bagi Ahok jauh lebih berat nantinya.”
Putu tak yakin Ahok lebih membidik grasi dari Presiden Joko Widodo. Soalnya, menurut dia, pemberian grasi bakal menggerus elektabilitas Jokowi pada Pemilu 2019. “Jokowi akan terus dijadikan sasaran tembak oleh lawan politiknya lewat kasus Ahok,” katanya.
Relawan Badja, Athika Batangtaris, juga percaya pencabutan berkas banding dilakukan dengan pertimbangan yang matang setelah pihak keluarga berdiskusi dengan Ahok. Keputusan itu bukanlah bentuk pengakuan bersalah. “Kami berharap proses hukum bisa menghentikan polemik dan kegaduhan yang berkembang di tengah masyarakat,” ucapnya. (Baca: Ahli HAM PBB Desak Indonesia Meninjau dan Mencabut Hukuman Ahok)
Sikap serupa juga disampaikan Raja Juli Antoni, Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia. Dia ikut menggagas acara Malam Solidaritas atas Matinya Keadilan di Tugu Proklamasi pada 10 Mei 2017. Raja yakin keputusan Ahok itu lebih dilatarbelakangi pertimbangan sistem hukum di Indonesia yang belum cukup bersahabat bagi para pencari keadilan. “Ini keputusan terbaik dari Ahok dan keluarga yang harus kita hargai,” ujarnya.
Kabar pencabutan berkas sempat membuat kaget Susi Rizki Wiyantini, pendukung Ahok yang menginisiasi pengumpulan kartu tanda penduduk untuk penangguhan penahanan Ahok. Ia belum bisa memastikan gerakan tersebut akan dihentikan. “Kami akan berkonsultasi dulu dengan tim kuasa hukum untuk mengetahui keberlanjutan gerakan kami,” tuturnya. (Baca: WNI Berbagai Negara Gelar Aksi Simpati untuk Ahok)
Sambil berkonsultasi, kata Susi, proses pengumpulan KTP untuk penangguhan penahanan Ahok masih akan terus berjalan. Hingga saat ini, sedikitnya 6.500 KTP sudah terkumpul. Sebanyak 3.338 di antaranya telah diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk disertakan sebagai bukti penjaminan. “Sisa KTP lain sedianya bakal diserahkan pada Jumat pekan ini,” ujarnya. (Baca: Dukung Penangguhan Penahanan Ahok, Warga Kupang Kumpulkan KTP)
IRSYAN HASYIM | RIKY FERDIANTO
Video Terkait: Veronica Menangis saat Bacakan Surat Ahok yang Ditulis di Tahanan