TEMPO.CO, Semarang - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andrea H. Poeloengan menyatakan insiden kematian seoarang taruna Akademi Kepolisian bernama Briagdir Dua Muhammad Adam dinilai tidak sesuai dengan sistem yang seama ini dibangun Kepolisian RI yang menghilangkan sistem militeristik.
“Tak ada kultur kekerasan. Jadi, kalau pun ada yang terjadi, semua itu oknum di luar sistem yang dibangun Kepolisian Republik Indonesia,” kata Andrea, saat berkunjung ke Markas Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Sabtu malam, 20 Mei 2017.
Baca: Taruna Akpol Semarang Tewas, Polisi Tetapkan 14 Tersangka
Ia telah melihat beberapa hal dari helicopter view terhadap kematian salah satu taruna Akpol itu. Di antaranya sikap tegas Polda Jawa Tengah dan Divisi Propam Mabes Polri yang cepat mengusut kasus tersebut.
“Ini hanya bagian kecil dari menyelesaian permasalahan yang ada. Sebagian besar kajian mendalam dari temuan kami ialah fasilitas semestinya banyak diperbarui, bangun klaster, tambah SDM,” tutur Andrea.
Ia tak memungkiri upaya perbaikan sedang berjalan. Namun, telah diketahui publik bahwa hal itu tak semudah membangun gedung. “Tapi upaya tadi (peneyelidikan) jadi bahan tindak lanjut yang akan dilakukan ke depan akan menjadi sebuah rencana memperbaiki kualitas Akpol,” katanya.
Simak: IPW: Polri Harus Transparan Ungkap Penganiayaan Taruna Akpol
Gubernur Akademi Kepolisian, Inpektur Jenderal Anas Yusuf menyatakan kehadiran tim Mabes Polri dan Kompolnas sangat penting untuk mengevaluasi kekurangan dalam pelaksnaan sistem akademik Akpol . “Kira-kira kekurangan apa yang terjadi di Akpol, khususnya dalam rangka pengajaran pelatihan pengasuhan,” kata Anas.
Anas mengatakan selama ini sedang berusaha mengelola sistem pendidikan di Akpol secara maksimal. Meski begitu ia tak memungkiri masih ada kekurangan yang perlu dibenahi. Anas juga siap menjalankan hasil temuan untuk kebijakan ke depan.
Lihat: Kasus di Akpol Semarang, Psikolog: Kekerasan Asrama Harus Diputus
Menurut dia, kematian salah satu taruna Akpol akibat kekerasan saat kumpul korps itu tak perlu terjadi karena sebelumnya sudah sangat keras berulang-ulang sampaikan agar tak melakukan pola kekerasan. “Itu sudah sangat keras berulang ulang kami sampaikan ke taruna agar tak melakukan hal-hal seperti itu (kekerasan),” katanya.
EDI FAISOL