TEMPO.CO, Jakarta - Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Donny Gahral Adiansyah memberikan makna Hari Kebangkitan Nasional, 20 Oktober ini. Menurutnya, Kebangkitan Nasional merupakan momen dimana kesadaran bahwa semua yang hidup di Nusantara ini satu nasib. “Terjajah di Tanah Air sendir,” katanya kepada Tempo, Sabtu, 20 Mei 2017.
Momentum merasa sama-sama terjajah di negeri sendiri itu, menurut Donny Gahral, hal tersebut yang kemudian menguat menjadi sumpah pemuda 1928 dan mencapai titik puncaknya di proklamasi 17 agustus 1945.
Lihat juga:
Asal-usul Hari Kebangkitan Nasional - Tempo Video
Namun, Donny menyayangkan. “Perasaan senasib itu sulit dipertahankan. Khususnya saat keadilan sosial tidak menjadi prinsip pokok yang menata kehidupan berbangsa,” katanya. “Saat ada diskriminasi ekonomi, sosial dan politik maka segregasi atau disintegrasi niscaya terjadi. Dari tataran kesadaran turun sampai ke sikap dan perilaku,” kata dia, menambahkan.
Menurutnya kemudian, makna penting Hari Kebangkitan Nasional adalah kebangkitan ulang kesadaran sebagai satu bangsa. “Bangsa yang disatukan nasib dan cita-cita, bukan suku, ras atau agama ,” kata Donny.
Baca juga:
Kebangkitan Nasional, Budi Utomo, dan Kemenangan dari Solo
Konser Hari Kebangkitan Nasional, Djarot Berkoordinasi dengan Ahok
Dalam bidang politik, untuk menjauhkan diskriminasi politik tak ada kata lain, menurut Donny, diperlukan pemerintahan yang tegas dan berani. “Siapapun yang mengkhianati dasar negara dan memecah belah bangsa, harus ditindak tanpa pandang bulu,” katanya.
Artinya, “Pemerintahan hanya tunduk pada konstitusi dan bukan massa aksi,” kata Donny Gahral Adiansyah.
S. DIAN ANDRYANTO