TEMPO.CO, Jakarta - Jatah garapan PT Sandipala Arthapura dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) telah dipotong secara sepihak. Informasi ini diungkapkan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tanos dalam sidang e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 18 Mei 2017.
Paulus mengatakan konsorsium PNRI, yang menjadi pemenang tender e-KTP, mendapat garapan e-KTP sebanyak 172 juta kartu. Dari total itu, PT Sandipala diberi jatah 60 persen atau sebanyak 103 juta kartu. Sisanya 40 persen atau 69 juta kartu, menjadi tanggung jawab konsorsium PNRI.
Baca: Sidang E-KTP, Paulus Tanos Mengaku Diancam Dibunuh
"Perjanjian itu sudah tertuang dalam akta notaris. Jadi, kalau ada perubahan, seharusnya lewat notaris juga," kata Paulus melalui teleconference di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Tanpa sepengetahuan Paulus, semua anggota konsorsium PNRI bersama dengan Irman, Sugiharto, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, mengadakan rapat pada 19 Desember 2011. Hasil rapat itu memutuskan jatah kartu PT Sandipala Arthapura dipotong menjadi 60 juta. Dalam rapat lain, jatah Sandipala kembali dipotong menjadi 45 juta kartu. Alasan pemangkasan jatah itu karena PT Sandipala dianggap tak memenuhi kewajiban.
Paulus mengaku kaget dengan informasi itu. Padahal sejak awal ia sudah mengatakan perusahaannya mampu dan sanggup. Ia bahkan sudah kadung membeli mesin dari Jerman, Amerika, dan Cina untuk menggarap 103 juta kartu. Paulus mengaku sudah mengeluarkan duit sekitar Rp 200 miliar untuk pembelian mesin. "Kalau jatah kartu dipotong, kami rugi," kata Paulus.
Paulus lantas menemui para direktur anggota konsorsium secara personal. Ia menarik kesimpulan bahwa rapat-rapat yang tak melibatkannya itu adalah keputusan pimpinan Kementerian Dalam Negeri.
Simak juga:
Telusuri Peran Setya Novanto di E-KTP, Jaksa Panggil Paulus Tanos
Sidang E-KTP: Paulus Tanos Bersaksi, Terdakwa Sugiharto Menangis
Paulus lalu menemui Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan Sugiharto, Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Hasilnya, ia kembali menyimpulkan pemotongan jatah garapan adalah karena putusan atasan Irman dan Sugiharto, yakni Diah Anggraini.
Selanjutnya, Paulus mencari Diah untuk meminta penjelasan. Ia mengaku pergi ke kantor Diah dan menunggu seharian, tapi tak pernah diterima.
"Akhirnya ketemu Bu Diah, dia bilang Sandipala dipotong karena ada laporan Sandipala tidak mampu," ujar Paulus. Ia merasa hal ini ganjil. Sebab, di Indonesia belum ada satu perusahaan pun yang pernah menggarap proyek sebesar ini. Selain itu, dalam rapat-rapat sebelumnya, tak pernah ada pembahasan ihwal kemampuan Sandipala.
Selain itu, Paulus mengatakan dalam sidang e-KTP, konsorsium masih punya utang Rp 150 miliar yang belum dibayarkan. Utang itu adalah sebagian dari hasil garapan 45 juta kartu e-KTP. Seharusnya, kata Paulus, PT Sandipala menerima pembayaran Rp 750 miliar untuk penggarapan 45 juta kartu. Namun angka itu dipotong 3 persen untuk operasional bersama sehingga total yang ia terima adalah Rp 726 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI