TEMPO.CO, Jakarta – Penyidik Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Raden Brotoseno dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyatakan Brotoseno terbukti menerima suap dalam kasus cetak sawah.
”Patut diduga penerimaan hadiah atau janji itu untuk menggerakkan agar terdakwa melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkaitan dengan pekerjaannya,” ujar jaksa penuntut umum, Achmad, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 18 Mei 2017.
Baca juga: Kata Kapolri Ihwal Proyek Cetak Sawah
Jaksa menyebut Brotoseno terbukti menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar dari seorang perantara. Uang itu diberikan untuk menunda pemeriksaan Dahlan Iskan dalam kasus cetak sawah dengan tersangka Upik Rosalinawasrin.
Pemberian uang itu bermula dari pertemuan yang dilakukan Brotoseno dengan perantara dan penyidik Bareskrim lainnya, yaitu Dedi Setiawan. Dedi juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Dalam pertemuan tersebut, Brotoseno menyarankan agar pihak Dahlan mengirim surat pemberitahuan penundaan pemeriksaan. Sebagai kompensasinya, Brotoseno menerima uang Rp 1 miliar. Uang itu lalu dibagikan kepada Dedi sebesar Rp 100 juta.
Setelah pemberian itu, Brotoseno kembali menerima uang Rp 900 juta. Uang itu ia bagi dengan Dedi sebesar Rp 50 juta. Selain menerima uang, Brotoseno menerima lima tiket penerbangan dari Yogyakarta yang disediakan perantara.
Jaksa menganggap perbuatan Brotoseno telah mencederai nama baik aparat penegak hukum. Terlebih, Brotoseno pernah bertugas sebagai penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Atas perbuatannya, Brotoseno dianggap melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Mendengar tuntutan jaksa, Brotoseno hanya terdiam. Kuasa hukumnya mengatakan pihaknya akan menyusun pembelaan terkait dengan dugaan suap kasus cetak sawah setelah ini. “Nanti kami sampaikan pleidoi pekan depan,” kata Robinson, pengacara Brotoseno.
MAYA AYU PUSPITASARI