TEMPO.CO, Mojokerto - Warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan dalam polemik dugaan pencemaran limbah bahan berbahaya beracun (B3) di desa mereka. Perusahaan pengelola limbah B3 PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) dituduh menimbun limbah B3 sejak 2010 dan mencemari air tanah di sumur warga.
“Kami berharap Komnas HAM datang ke Lakardowo, berdialog dengan warga serta mendengarkan kesaksian warga dan mantan karyawan pabrik yang pernah terlibat dalam penimbunan limbah B3 di kawasan pabrik PT PRIA,” kata Ketua Presidium Penduduk Lakardowo (Pendowo) Bangkit Nurasim, Rabu, 17 Mei 2017.
Baca: Puluhan Warga Mojokerto Terkena Limbah Beracun Alami Dermatitis
Selain meminta komisioner Komnas HAM bertemu langsung dengan warga, Pendowo Bangkit juga meminta Komnas HAM mempertanyakan tanggung jawab pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kabupaten Mojokerto atas jaminan air bersih bagi warga. Warga menganggap pencemaran yang terjadi juga akibat lemahnya pengawasan oleh instansi terkait, baik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) maupun Badan Lingkungan Hidup tingkat provinsi dan kabupaten.
“Kami juga meminta instansi pemerintah mencegah penyebaran pencemaran lebih luas dan menanggulangi dampak gangguan kesehatan yang dialami warga,” katanya.
Data Pendowo Bangkit menyebutkan setidaknya lebih dari 500 kepala keluarga di tiga dusun terdampak pencemaran, baik yang melalui media tanah dan air maupun udara. Timbunan limbah B3 diduga mencemari air tanah di sumur warga, sedangkan asap pembakaran limbah yang dimusnahkan mengganggu pernapasan warga.
Simak: Limbah Beracun PT PRIA Diduga Cemari Irigasi, Warga Lapor Polisi
Warga tidak lagi berani menggunakan air sumur, baik untuk bahan baku air minum, mandi, maupun memasak. Warga terpaksa membeli air kemasan galon untuk kebutuhan minum, mandi, dan memasak. “Lebih dari 300 warga, terutama anak-anak, mengalami gatal-gatal dan iritasi setelah mandi menggunakan air sumur yang tercemar,” kata Ketua Kelompok Peduli Perempuan Lakardowo Sutama.
Salah satu warga, yang juga bekas pekerja di PT PRIA, Heru Siswoyo, mengatakan dia adalah salah satu saksi penimbunan limbah B3 yang dilakukan PT PRIA ketika mendirikan bangunan pabrik. “Saya yang ikut menjaga alat-alat berat yang digunakan untuk mengangkut dan menimbun limbah, menimbunnya biasanya sore dan malam hari,” ucapnya.
Lihat: Awas Mainan Anak Terkontaminasi Bahan Kimia Beracun
Menurut dia, ketika itu, dia dan warga setempat belum tahu jika penimbunan limbah tersebut melanggar aturan. Ketika tahu penimbunan limbah itu melanggar hukum, Heru memutuskan berhenti sebagai pekerja di PT PRIA. “Karena tidak sesuai dengan hati nurani saya. Terbukti, sekarang limbah yang ditimbun mencemari air sumur warga,” ucapnya.
Tim auditor independen yang ditunjuk Kementerian LHK sedang melakukan audit lingkungan pada PT PRIA atas dugaan penimbunan ilegal limbah B3 dan pencemaran serta memperjualbelikan limbah B3 ke warga. Audit lingkungan ini merupakan rekomendasi Komisi Bidang Lingkungan Hidup Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat dengar pendapat antara DPR, Kementerian LHK, manajemen PT PRIA, dan perwakilan warga pada Desember 2016 di Jakarta.
Namun tuduhan penimbunan limbah bahan berbahaya beracun dibantah manajemen PT PRIA. “Tidak ada penimbunan. Semua kami musnahkan dan ada yang diolah menjadi barang bermanfaat,” kata bos PT PRIA, Tulus Widodo, saat kunjungan Komisi Bidang Lingkungan Hidup Dewan Perwakilan Rakyat ke PT PRIA, November 2016.
ISHOMUDDIN