TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Sri Bintang Pamungkas menyatakan pasal-pasal makar yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak perlu diubah. Bahkan ia bersedia menjadi saksi dalam uji materi Pasal 110 KUHP ihwal permufakatan makar yang akan digelar Mahkamah Konstitusi.
"Pasal makar jangan diubah, karena dia (makar) bisa terjadi," kata Sri Bintang saat ditemui di gedung Mahkamah Agung, Rabu, 17 Mei 2017. Uji materi pasal permufakatan makar diajukan pemohon advokat yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
Sedianya, sidang pertama pemeriksaan berkas uji materi Pasal 110 KUHP terkait dengan permufakatan makar berlangsung pada Rabu siang. Namun, hingga sidang dibuka, para pemohon tidak hadir. Alasannya, mereka masih akan melakukan penambahan pemohon prinsipal dalam uji materi. Sidang panel yang diketuai Saldi Isra itu pun hanya berlangsung tak lebih dari dua menit untuk kemudian ditutup kembali.
Baca: Eksklusif: Ini Bukti Sri Bintang Pamungkas Cs Diduga Makar
Sri Bintang sendiri tidak termasuk pemohon uji materi. Kehadirannya ke MK untuk mengurus uji materi lain, yakni mengenai dana pensiun. Namun dia menyatakan keinginannya menjadi saksi dalam uji materi pasal permufakatan makar karena mengalami sendiri kasus tersebut. Sri Bintang telah ditetapkan menjadi salah satu tersangka kasus makar dan sempat dipenjara. Kini penahanannya ditangguhkan Kepolisian Polda Metro Jaya.
Menurut pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia di era reformasi ini, ada lima pasal yang mengatur makar, yaitu Pasal 104, 106, 107, 108, dan 110. Pasal 104 mengatur makar dengan membunuh atau melukai presiden, sehingga tidak berfungsi atau bekerja lagi. Pasal 106 ihwal penguasaan suatu wilayah negara, baik sebagian maupun seluruhnya, di bawah asing.
Kemudian, Pasal 107 mengatur menjatuhkan pemerintah sehingga tidak berfungsi. Pasal 108 mengenai upaya menjatuhkan disertai dengan kekerasan atau dengan senjata. Lalu Pasal 110 mengenai permufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintah.
Baca: Penyidik Tangguhkan Penahanan Sri Bintang karena Alasan Kesehatan
Dalam kasus yang dihadapinya, Sri Bintang dituduh dengan Pasal 107, 108, dan 110. Namun, dia menyatakan, untuk tuduhan Pasal 107 dan 108, tidak ada bukti fisik yang bisa menjeratnya dengan sangkaan makar. Sedangkan untuk Pasal 110, dia mengakui melakukan permufakatan. "Tapi kalau pemufakatannya dilakukan untuk memperbaiki keadaan, tidak bisa dianggap makar," kata Sri Bintang. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dalam Pasal 110 huruf d.
Sri Bintang mengakui dirinya mengirimkan surat kepada DPR dan MPR untuk menggelar sidang istimewa. Tujuannya agar MPR membuat Ketetapan (Tap) MPR yang berisi tiga hal, yaitu kembali pada UUD 1945, mencabut mandat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta membentuk pemerintahan transisi.
Dia menegaskan, cara yang dilakukannya sangat konstitusional. Cara ini pula yang pernah terjadi saat peralihan kekuasaan dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto. Karena itu, tudingan terhadap dirinya yang dianggap melakukan makar dinilai tidak beralasan. Namun dia sendiri menganggap pasal-pasal makar pada KUHP tidak perlu diubah, karena memang diperlukan.
"Pasal-pasal makar yang ada pada KUHP itu tidak karet, yang bikin jadi karet itu Tito," kata Sri Bintang menyebut Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Namun kepolisian menyebut telah memiliki bukti kuat ihwal tuduhan makar itu.
AMIRULLAH SUHADA
Baca: TPDI Mencium Upaya Mengaburkan Pengusutan Kasus Makar, Sebabnya..