TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Rekruitmen Hakim Komisi Yudisial Maradaman Harahap menyatakan tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh tiga hakim yang menangani sidang perkara penodaan agama dengan terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Maradaman, apa yang dilakukan oleh ketiga hakim, yakni Dwiarso Budi Santiarto, Abdul Rosyad, dan Jupriyadi, sudah merupakan keputusan hakim dengan memperhatikan fakta-fakta di persidangan.
Baca: Marak Dukungan untuk Ahok, Ini Imbauan MUI
“Yang menilai setting-an siapa? Pengacaranya kan? Sepanjang saat ini, beliau ini betul-betul mandiri, independen. Soal beda tuntutan dengan yang dari jaksa, itu kan kemandirian hakim,” tutur Maradaman saat ditemui di gedung Komisi Yudisial, Senin, 15 Mei 2017.
Ia menambahkan, jika ada pihak menemukan adanya gejala bahwa tiga hakim yang menangani sidang Ahok terindikasi mendapatkan pengaruh dalam pembuatan keputusan vonis penjara yakni selama dua tahun, untuk dapat melaporkan gejala tersebut ke Komisi Yudisial.
“Itu keputusan hakim, kalau ada indikasi, ada pengaruh, silakan dilaporkan ke sini. Apakah benar hakimnya seperti itu. Hakim kan melihat fakta-fakta persidangan,” tuturnya.
Simak pula: Brigade Meo Paksa Anggota DPRD NTT Menandatangani Pembebasan Ahok
Dalam sidang perkara Ahok, hakim Dwiarso memutus Ahok dua tahun penjara, lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni satu tahun hukuman pidana dan dua tahun pidana percobaan.
Menurut Maradaman, putusan hakim yang lebih berat dari tuntutan jaksa, sering terjadi di persidangan. Namun yang membuat ramai pemberitaan adalah karena sosok Ahok yang merupakan publik figur. “Itu sering terjadi, bukan hal yang luar biasa. Kebetulan yang divonis ini adalah seorang publik figur, jadi enggak ada masalah,” tutur Maradaman.
DESTRIANITA