TEMPO.CO, Kutai Barat - Duduk di atas terpal berukuran 2x2 meter, wajah Riani, 48 tahun, tertunduk lesu. Dengan gelisah, ia memilah sayur dagangannya, yang ia khawatirkan membusuk. Pedagang sayur-mayur di Simpang Empat Melak Ilir itu mengeluh penghasilannya turun drastis akibat banjir melanda Kutai Barat sejak 5 Mei lalu hingga kini, Senin, 15 Mei 2017.
Akibat banjir di Pasar Simpang Empat Melak Ilir, Kutai Barat, Riani harus berpindah lokasi. Kemudian ia bersama para pedagang lain mendirikan pasar dadakan di Jalan Muara Barong, Kecamatan Melak, Kutai Barat. "Kalau tidak banjir, di pasar Simpang Empat bisa dapat Rp 2-4 juta sehari. Di sini turun drastis, dapat Rp 500-700 Ribu," kata Riani kepada Tempo di lapak jualannya, Senin.
Baca juga: Banjir di Kutai Barat, BPBD Laporkan Logistik Menipis
Riani bercerita kepada Tempo, alih-alih mendapatkan untung, barang dagangannya senilai Rp 3 juta, yang ia beli dari tengkulak, beberapa bagiannya sudah hampir membusuk. Ia pun memisahkannya dengan barang dagangan yang masih layak dijual. "Barang banyak membusuk kalau begini," ujarnya.
Selain penghasilan yang menurun drastis, biaya transportasi untuk berjualan meningkat. Riani yang biasa mengangkut barangnya cukup dengan kendaraan roda dua, ia harus menyewa mobil sejak banjir terjadi. "Barang saya banyak jadi sewa angkot. Saya bayar sekitar Rp 100 ribu," ucapnya.
Riani berharap banjir segera surut agar bisa kembali tenang di rumah dan nyaman saat berjualan. "Kalau begini, mau ambil barang takut. Ini saja habis Rp 3 juta. Bisa rugi," tuturnya.
Selain berharap banjir segera surut, Riani menilai perlunya pengadaan perahu yang mengangkut warga, termasuk para pedagang, secara gratis. "Kalau sekarang, naik kapal ke rumah saya saja bayar Rp 10 ribu sekali naik. Padahal rumah saya dekat di sana," katanya sembari menunjuk lokasi rumahnya.
Abdul Khalim, 38 tahun, pedagang sayur keliling, juga harus membuka lapaknya di lokasi yang sama dengan Riani. "Karena banjir, tidak bisa keliling," ujarnya kepada Tempo, Senin.
Meski banjir telah berlangsung sepekan terakhir, menurut Abdul, harga barang masih tergolong stabil, termasuk barang dagangannya. Berbeda dengan Riani, keuntungan Abdul justru meningkat hingga 50 persen dari biasanya. "Kalau keliling, pas tidak banjir, sehari bisa dapat Rp 100 ribu. Sekarang naik 50 persen, tapi terpotong juga buat biaya transportasi naik kapal. Angkut barang kan naik kapal," ucapnya. "Naik kapal Rp 10 ribu sekali berangkat, saya bertiga dengan istri dan anak saya."
Banjir juga berdampak terhadap pedagang ikan yang sumber dagangannya berasal dari Sungai Mahakam. "Pas air surut, lebih mudah (menangkap ikan). Kalau banjir kayak gini, biasanya belum mau dapat. Paling banyak 5 kilogram," kata Siti, 38 tahun, saat ditemui Tempo di pasar dadakan di Jalan Muara Barong, Kecamatan Melak, Kutai Barat.
Jika menjual 1 kg ikan tangkapannya, Siti bisa mendapatkan Rp 10-20 ribu. Sebelum banjir, dia bisa menangkap dan menjual ikan hingga 15 kg per hari. "Kami jualan kecil saja, sih," ujarnya.
SAPRI MAULANA