TEMPO.CO, Tegal - Sebanyak seratus lebih kapal berukuran bersandar di dermaga Pelabuhan Jongor, Kota Tegal, Kamis pagi, 11 Mei 2017. Kapal yang rata-rata memakai alat tangkap cantrang itu sebagian sudah berkarat. Beberapa mesin kapal berukuran 30 GT ada yang sudah dikeluarkan. Ditaruh di atas dek kapal. Bahkan ada kapal yang nyaris tenggelam karena sudah terlalu lama tak digunakan melaut. “Sudah hampir setahun tak melaut,” kata Casmadih, 45 tahun, salah seorang pemilik kapal.
Pemilik kapal berukuran 30 Grosstonage (GT) itu tak melaut karena belum mengantongi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Dia mengaku sejak mengurus perpanjangan pada Desember 2016 lalu, hingga kini suratnya belum juga keluar. “Enggak tahu kenapa surat izin belum turun,” kata dia.
Baca juga:
Pengamat: Perkara Cantrang Bisa Berdampak Politik
Tapi, dia menuding Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang mengeluarkan peraturan larangan cantrang, menjadi penyebabnya. “Padahal sebelumnya paling hanya dua hari. Akhirnya dari pada lama menunggu, kapal biar sandar saja,” kata Casmadih.
Minimnya modal untuk memberangkatkan kapalnya ke laut juga jadi penyebab. Meskipun izin sudah keluar, dia tak ingin mengambil resiko merugi lantaran modal yang dikeluarkan cukup besar. Setidaknya, sekali berangkat dia harus mengeluarkan duit sekitar Rp 200 juta. “Sejak peraturan larangan cantrang, cari ikan susah, selalu diawasi aparat. Daripada hasilnya sedikit, rugi,” kata dia.
Baca pula:
Kontroversi Cantrang, Pengamat Minta Jokowi Pertahankan Larangan
Kroni, 45 tahun, pemilik kapal lainnya juga mengalami hal yang sama. Dia menyandarkan kapal karena keterbatasan modal. Dia juga tak mengantongi SIUP dan SIPI lantaran izin kapalnya bukan di Jawa Tengah, tapi Jawa Timur. “Kalau kapal dari Jawa Tengah kan diperpanjang sampai Juni 2017,” katanya. Dia tak berangkat melaut sejak Desember 2016 lalu. Kroni maupun Casmadi enggan mengganti cantrang ke alat tangkap lain karena biaya yang mahal.
Menurut catatan Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) dari 600 kapal, baru 10 unit yang sudah mengganti cantrang ke alat tangkap gill net. Mereka merupakan pemilik yang punya modal besar. Riswanto, salah satu pengurus PNKT mengatakan banyak pemilik kapal tidak mampu mengganti alat tangkap karena tak punya duit. Dia menilai, pemberian bantuan alat tangkap untuk kapal berukuran di bawah 10 GT dari pemerintah tidak adil. “Seharusnya kapal-kapal ukuran menengah ke atas juga diperhatikan,” katanya.
Silakan baca:
Menteri Susi Minta Soal Cantrang Tidak Dipolitisasi
Nelayan Belum Siap, DPR Minta Kebijakan Cantrang Dievaluasi Lagi
Menurutnya, pemilik kapal ukuran 10-30 GT ke atas juga banyak yang terjerat hutang dan butuh bantuan. Selama ini, janji pemerintah yang akan memfasilitasi kredit nelayan dengan perbankan dinilai hanya janji palsu. Para nelayan tetap kesulitan menyelesaikan kredit dengan perbankan. Mereka harus mengangsur hutang Rp 10 juta hingga 30 juta per bulannya tanpa ada keringanan.
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tegal, Setyo Widardo, mengatakan terkait peralihan alat tangkap cantrang, pemerintah membantu pendampingan dengan membuka gerai perizinan dan gerai permodalan. Menurut dia, gerai permodalan menghubungkan nelayan dengan perbankan agar mudah memperoleh kredit. “Mendampingi agar mereka bisa utang di bank. Hanya pendampingan itu saja untuk kelengkapan surat-surat itu kami membantu,” katanya.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ