TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung meminta pihak asing jangan ikut campur ihwal pasal penodaan agama di Indonesia. Menurut dia, pihak asing tidak perlu mendorong agar pasal tersebut dihapuskan. (Baca: Vonis untuk Ahok Dikecam Amnesty International)
"Tidak boleh ikut campur. Ini rumah tangga di Indonesia, punya rakyat sendiri, punya aturan sendiri," katanya di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Kamis, 11 Mei 2017.
Menurut dia, Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman suku, bangsa, dan agama. Semua ini harus dilindungi undang-undang agar semua orang patuh dan saling menjaga satu sama lain. (Baca: Kasus Ahok Picu Reaksi Internasional, Menteri Yasonna Merespons)
Lulung melanjutkan, penghapusan pasal ini malah tidak menjamin penodaan agama tidak terulang lagi. "Nantinya orang tidak terbatas melakukan penistaan agama. Akhirnya kita saling berkelahi gara-gara saling hina agama," ucapnya.
Pasal 156 dan 156a KUHP, kata Lulung, hadir untuk mencegah konflik horizontal terjadi. "Kalau ada undang-undang, tidak ada main saling pukul. Udahlah, mereka enggak usah ikut campur," tuturnya. (Baca: Buntut Vonis Ahok, Ketua PSI Minta Pasal Penodaan Agama Dihapus)
Dorongan dari dunia internasional untuk menghapus pasal itu muncul setelah Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok divonis bersalah dalam tuduhan menodai agama Islam. Ahok dihukum dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kasus Ahok membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa berkomentar. Melalui Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR), mereka mendesak Indonesia meninjau kembali pasal-pasal penistaan agama. Protes juga datang dari Amnesty International. Mereka menyatakan vonis Ahok adalah cerminan ketidakadilan di Indonesia. (Baca: 3 Hakim yang Vonis Ahok 2 Tahun Penjara Dapat Promosi)
AHMAD FAIZ