TEMPO.CO, Jakarta - Konferensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) Youth Summit merumuskan 6 rekomendasi terkait rokok dan pengendalian tembakau. Yaitu isu iklan, promosi dan sponsor rokok, anak sebagai target, cukai rokok, penjualan rokok, peringatan kesehatan bergambar (PHW) dan kawasan tanpa rokok (KTR).
Renaldo Pratama, peserta FCTC Youth Summit dari Yogyakarta, menilai belum adanya regulasi yang melarang iklan, promosi dan sponsor rokok secara menyeluruh menghambat upaya pengendalian tembakau. “Ini membuat iklan rokok makin massif dan terus menerus menyasar anak muda,” ujar mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta dalam rilis yang diterima Tempo, Rabu 10 Mei 2017.
Baca: Jokowi Kirim Surpres Soal RUU Pertembakauan ke DPR, Ini Kata Kalla
Menurut Renaldo, industri rokok yang gencar mensponsori kegiatan anak muda, banyaknya iklan terselubung industri rokok, dan metode CSR industri rokok, tidak tepat guna. Konferensi FCTC di Bogor, Jawa Barat, diikuti 40 anak muda terpilih dari 25 kota yang mewakili 3.000 anak muda di Indonesia. Mereka mengadakan pertemuan, bersinergi dan berkolaborasi membangun gerakan bersama, serta mendeklarasikan dukungan untuk Indonesia aksesi FCTC.
Persoalan tarif cukai juga menjadi pembahasan utama peserta konferensi. Peserta menilai cukai rokok masih sangat rendah. Selain itu, industri rokok terus menggiring opini publik bahwa mereka membayar cukai rokok yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara. “Padahal sejatinya filosofi cukai itu sebagai komponen pengendalian,” kata Desy Rahmawaty, peserta dari UII Yogyakarta.
Baca: Jokowi Dinilai Gagal Lindungi Rakyat dari Tembakau
Margianta Surahman, peserta dari Jakarta, menyorot persoalan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Menurut Margianta, masih ada persepsi pemangku kebijakan yang salah tentang KTR, dimana masih tersedia tempat khusus merokok di wilayah KTR karena adanya intervensi dari industri rokok.
“Selain itu, KTR tidak melarang secara tertulis rokok elektrik dan sisha, dan masih lemahnya koordinasi instansi pemerintah terkait implementasi KTR ini,” papar juru bicara Gerakan Muda FCTC ini.
Baca: Razia Iklan Rokok, Bupati Bantul Copoti Reklame Dekat Sekolah
Sedangkan permasalahan terkait peringatan kesehatan bergambar (PHW) yang mengemuka di arena Konferensi adalah persoalan PHW yang belum memenuhi standar ideal, kecurangan industri rokok dengan menutupi PHW, dan penjualan case rokok yang tidak menyertakan PHW akibat tidak adanya regulasi.
Berdasarkan sejumlah persoalan terkait pengendalian tembakau ini, Konferensi FCTC Youth Summit menelurkan 8 rekomendasi. Masing-masing 6 rekomendasi untuk pemerintah dan 2 rekomendasi untuk masyarakat.
Rekomendasi untuk pemerintah yaitu meminta pemerintah menaikkan PHW minimal 75 persen, meminta pemerintah meletakkan PHW pada sisi depan dan belakang, dan mengoptimalkan penerapan dan penegakan KTR. Poin lainnya, meminta pemerintah menaikkan cukai rokok, meminta pemerintah memberi sanksi tegas kepada pihak yang menjual rokok secara bebas dan mendesak pemerintah melarang iklan, promosi dan sponsor rokok dalam berbagai bentuk di semua tempat.
Baca: Lima Alasan Menolak RUU Pertembakauan
Sedangkan rekomendasi untuk masyarakat adalah mengajak masyarakat melakukan diskursus tentang cukai rokok dan mengajak bergerak secara aktif dalam pengawasan penjualan rokok.
Di akhir acara konferensi, seluruh peserta merumuskan Deklarasi FCTC Untuk Indonesia, yang akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 10 Mei 2017, dalam sebuah aksi yang berlangsung di depan Istana Merdeka, Jakarta. Aksi yang bertajuk “Deklarasi 10 Mei FCTC Untuk Indonesia” ini sebagai dukungan anak muda Indonesia kepada Presiden agar Indonesia segera mengaksesi FCTC. “Sekecil apapun hal yang kami lakukan, ini sebagai bentuk perjuangan di jalur yang benar," kata Margianta Surahman alumnus HI Universitas Paramadina.
EKO ARI