TEMPO.CO, Bandung - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan kepada dua terdakwa penyuap Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija. Keduanya dinilai bersalah karena telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa satu dan terdakwa dua dengan pidana penjara masing-masing selama 2 tahun 6 bulan dan denda masing-masing Rp 150 juta," ujar ketua majelis hakim, Sri Mumpuni, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, 3 Mei 2017.
Kedua terdakwa itu, yakni Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Keduanya merupakan pemilik perusahaan pemegang tender proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Cimahi. Keduanya didakwa telah menyuap Wali Kota Cimahi Atty Suharti beserta suaminya, Itoch Tochija, yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi,.
Baca: Suap Pasar Cimahi, KPK Perpanjang Penahanan Wali Kota Atty
Dalam uraian putusan, majelis hakim menyebutkan kedua terdakwa tersebut terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap Atty Rp 500 juta. Dalam dakwaan, kedua terdakwa itu pun menjanjikan akan memberikan besel Rp 6 milyar untuk memuluskan perusahaannya menjadi pelaksana pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017, yang mempunyai nilai anggaran Rp 57 miliar.
Majelis hakim menilai kedua terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 13 dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Putusan tersebut lebih kecil daripada tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya, KPK menuntut kedua terdakwa dengan hukuman 3 tahun penjara.
Baca juga: Kasus Suap Wali Kota Cimahi, KPK Periksa Saksi dan Tersangka
Selama pembacaan putusan, kedua terdakwa tampak santai. Keduanya sesekali menundukkan kepala saat majelis hakim bergantian membacakan amar putusan.
Seusai sidang, keduanya bersepakat tidak akan mengajukan banding. Mereka menerima putusan tersebut.
Kuasa hukum terdakwa, Unoto Dwi Yulianto, mengatakan tidak mempermasalahkan putusan tersebut. Menurutnya, kedua kliennya tersebut sudah mengakui perbuatannya. Namun ia sangat kecewa atas penolakan pengajuan justice collaborator ke KPK.
"Kalau putusannya, kami terima. Teman-teman (terdakwa) juga sudah mengakui. Tapi yang harus ada kejelasan ini biar ada kesamaan persepsi. Apakah JC bisa diberikan kepada pelaku utama atau tidak," ujarnya.
Sedangkan jaksa KPK mengaku akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk mempertimbangkan putusan majelis hakim. Namun pihaknya merasa puas dengan putusan majelis hakim yang memuat unsur pidana yang didakwa penuntut umum.
"Kami akan pikir-pikir dulu. Kalau mendengar pertimbangan majelis hakim, itu sudah sesuai dengan tuntutan kami," ujar jaksa Ronald Worotikan.
IQBAL T. LAZUARDI