TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan hasil hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi nanti akan berupa rekomendasi dari anggota Dewan. Salah satunya, kata dia, adalah revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. “Bisa direkomendasikan (revisi UU KPK). Tapi DPR tidak bisa sendiri, harus dengan Presiden,” ujar dia di kantornya, Selasa 2 Mei 2017.
Baca: Publik Menolak Hak Angket DPR terhadap KPK
Telaah revisi undang-undang memerlukan perwakilan badan legislatif dan eksekutif. Selama ini, sudah tiga kali muncul wacana revisi UU KPK, tapi gagal karena Presiden tidak menginginkannya. Namun, Fahri berujar, kali ini bakal berbeda. Sebab, bila rekomendasi revisi itu melalui hak angket, Presiden lebih tidak memiliki celah untuk menolak. Alasannya, hasil hak angket mengikat dan harus diperhatikan oleh pemerintah. “Kalau tidak, DPR bisa bersepakat menggunakan hak politik lain, seperti menyatakan pendapat,” ujar dia.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan mengatakan partainya tidak setuju dengan hak angket karena khawatir akan melebar. Termasuk, kata dia, ke arah revisi UU KPK ataupun menyatakan pendapat kepada Presiden. “Makanya kami tidak setuju. Pemerintah bisa jatuh,” ujar dia. Menurut dia, seharusnya KPK diberi kesempatan untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar yang kini sedang diusut, bukan sebaliknya, direcoki kerjanya.
Baca: Hak Angket KPK, Denny Indrayana: Itu Modus Baru Lemahkan KPK
Awalnya, wacana hak angket muncul untuk memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam Haryani mengenai kasus korupsi proyek e-KTP. Belakangan, materi hak angket melebar ke sejumlah persoalan lain, termasuk dorongan revisi UU KPK.
Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Almas Sjafrina, mencurigai sejak awal tujuan awal DPR menggulirkan hak angket memang untuk merevisi UU KPK. “Jangan-jangan memang itu tujuan DPR?” ujar dia. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, menurut aturan, lembaganya tidak bisa menjadi subyek hak angket. “Proses penegakan hukum harus dipisahkan dengan politik,” ujar dia.
HUSSEIN ABRI DONGORAN | MAYA AYU PUSPITASARI