TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memeriksa Rizal Ramli, Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri pada era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, hari ini, Selasa, 2 Mei 2017. Rizal diperiksa sebagai saksi dalam dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Rizal tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.00. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman itu terlihat mengenakan setelan kemeja biru dibalut jas hitam.
Baca juga:
Kasus BLBI Dibuka, Menko Darmin: Harus Ada Proses Tutup Buku
“Diperiksa untuk kasus BLBI,” kata Rizal sebelum masuk di gedung KPK, Selasa, 2 Mei 2017. Pemanggilan ini merupakan penjadwalan ulang karena dia tidak hadir dalam pemanggilan pada 17 April 2017.
Menurut Rizal, tiga tahun lalu ia pernah diperiksa KPK terkait dengan kasus yang sama. Saat itu, ia diperiksa sebagai saksi ahli bersama dengan Kwik Kian Gie, Menteri Koordinator Ekonomi periode 1999-2000.
Baca pula:
Kasus Korupsi BLBI, KPK: Kerugian Negara Rp 3,7 Triliun
”Saya sering dimintai pendapat dulu. Waktu Pak Bibit Ketua KPK, kami juga diminta memberikan penjelasan tertutup dalam kasus Century, apakah itu kasus korupsi biasa atau memang kebijakannya yang bersifat kriminal,” ujar Rizal.
Rizal berharap penjelasan yang akan ia berikan kepada KPK hari ini bisa memberikan titik terang dalam pengusutan perkara yang menelan kerugian negara sebesar Rp 3,7 triliun itu. Ia juga meminta KPK tidak “menukar guling” kasus BLBI dengan kasus megakorupsi lainnya.
Silakan baca:
Kasus Korupsi BLBI, KPK Ikut Buru Aset Sjamsul Nursalim
”Seperti teman-teman ketahui, ada e-KTP, ada kasus BLBI, ini pelakunya elite semua, kami berharap dan kami percaya Ketua KPK tidak akan melakukan tukar guling terkait hal ini,” kata Rizal.
Kasus BLBI berawal ketika Syafruddin Temenggung menjabat Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada April 2002. Pada Mei 2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses likuidasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Dua tahun kemudian, Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN. Padahal hasil restrukturisasi menyebut baru Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada Sjamsul sehingga ada kewajiban obligor sebesar Rp 3,7 triliun yang belum ditagihkan.
MAYA AYU PUSPITASARI