TEMPO.CO, Jakarta – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Natalius Pigai, merespons rencana sejumlah nelayan di Rembang, Jawa Tengah, melapor ke lembaganya soal larangan penggunaan cantrang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurut Pigai, Komnas HAM siap menerima para nelayan itu. “Kami sepemikiran dengan mereka,” ujar Pigai setelah mengikuti diskusi Hari Buruh di Gedung Joang, Jakarta, Ahad, 30 April 2017.
Akhir tahun lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan aturan larangan penggunaan cantrang. Alasannya, penggunaan cantrang merusak ekosistem kelautan. Untuk mendampingi penerapan aturan itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mengganti cantrang yang dimiliki nelayan dengan gillnet.
Baca juga:
Ratusan Nelayan Cantrang di Tegal Mogok Melaut
Gillnet adalah jaring vertikal yang dibentangkan agar ikan yang mencoba menerabasnya langsung terjaring. Masalahnya, sampai sekarang pembagian gillnet itu tidak berjalan lancar. Sejumlah nelayan belum menerimanya. Walhasil, ketika mereka kembali menggunakan cantrang, penegak hukum menindak mereka.
Nelayan Rembang akan menjadi kelompok pertama yang melapor ke Komnas HAM. Mereka akan didampingi DPRD setempat.
Pigai melanjutkan, Komnas HAM juga akan melakukan kajian ke lapangan apabila nelayan cantrang asal Rembang benar melapor ke Komnas HAM. Dengan begitu, Komnas HAM bisa memberikan rekomendasi yang mendetail kepada Menteri Susi.
Baca pula:
Kontroversi Cantrang, Menteri Susi: Sudah 2 Tahun, Tidak Move On
Soal pelarangan cantrang yang tidak diikuti dengan pembagian gillnet secara luas, Pigai menyebut hal itu sebagai bukti pemerintah melupakan tata niaga sektor kelautan. Menurut dia, Indonesia terlalu memprioritaskan keamanan sektor laut dibanding tata niaganya selama ini.
Mengenai cantrang, Pigai menambahkan, penenggelaman kapal ilegal sebagai bentuk penjagaan keamanan laut lebih mudah dibanding pengelolaan tata niaga. Orang kampung diberi granat pun bisa menenggelamkan kapal. “Seharusnya hal itu (keamanan dan tata niaga) berjalan paralel. Ironis, mengingat Presiden Joko Widodo menginginkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ujar Pigai.
ISTMAN M.P.