TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menolak usulan hak angket yang diajukan Komisi Hukum DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi untuk meminta rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani dalam kasus e-KTP dibuka.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Amir Uskara mengatakan pihaknya telah menginstruksikan kepada seluruh anggota agar tidak menandatangani hak angket itu. Alasannya, sampai hari ini belum ada pembicaraan di tingkat fraksi.
Baca: Paripurna DPR Bacakan Surat Hak Angket untuk KPK, Isinya...
"Memang ada anggota yang sudah tanda tangan, tapi itu hak personal masing-masing anggota DPR. Namun, terkait persetujuan fraksi sampai hari ini, PPP belum pernah bicarakan itu," kata Amir di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 26 April 2017.
Menurut Amir, baru ada satu orang yang menandatangani hak angket itu. Dia adalah Sekretaris Jenderal PPP sekaligus anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani.
Meski pimpinan partai sudah menandatangani hak angket, menurut Amir, hal itu bukan menjadi legitimasi persetujuan fraksi. "Itu kan hak perseorangan," tuturnya.
Fraksi Partai Golkar pun demikian. Sekretaris Fraksi Golkar Agus Gumiwang mengimbau anggotanya agar berpikir dengan lebih jernih terkait dengan isu hak angket ini. Menurut dia, hak angket selayaknya ditujukan kepada pemerintah. "Fraksi Partai Golkar tidak dalam posisi untuk mendukung," ujarnya.
Baca: Wakil Ketua DPR: Pimpinan DPR Tak Bisa Campuri Hak Angket KPK
Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra dalam siaran persnya menginstruksikan kepada pengurus fraksi agar menolak hak angket itu. Alasannya, pemberantasan korupsi menjadi salah satu prioritas partai.
"Tidak ada satu pihak pun yang dapat membatasi gerak KPK dalam melakukan tugas dan wewenang yang dipercayakan padanya oleh undang-undang,” kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo, Kamis, 27 April 2017.
Penolakan hak angket juga datang dari pimpinan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Ketua Fraksi PKB Ida Fauziah mengatakan ada cara lain yang bisa digunakan DPR untuk bertanya pada KPK.
"Bisa dilakukan tanpa hak angket. Kalau dirasa kurang dan perlu pendalaman lebih jauh, Komisi III bisa bentuk panja. Banyak cara," ucapnya saat dihubungi, Kamis, 27 April.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman mengatakan pihaknya menolak lantaran hak angket dapat mengarah pada pelemahan KPK. "Penggunaan hak angket ini tidak tepat waktu, sehingga sikap fraksi jelas tidak setuju," ujarnya.
Baca: Bambang Soesatyo: Keputusan Hak Angket KPK Tergantung Paripurna
Sedangkan, beberapa fraksi lainnya menyatakan masih memikirkan lebih lanjut sebelum memutuskan. "Kami minta Kapoksi Komisi III mendalami dulu. Fraksi belum ada rapat karena Kapoksi cuma ada satu," kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini.
Senada dengan PKS, Fraksi Partai Amanat Nasional juga masih mengkaji hak angket itu. "Sampai hari ini kami masih mengkaji angket, masih mempelajari materi yang dikhususkan di Komisi III, apakah materi itu memang pantas diangkat ke angket atau tidak. Kami belum memutuskan," ujar Ketua Fraksi PAN Mulfachri Harahap.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak memberi sikap pasti perihal hak angket ini. PDIP hanya menyatakan memahami latar belakang usulan hak angket ini yang salah satunya datang dari anggotanya, Masinton Pasaribu. "Fraksi memahami ketika yang bersangkutan menggunakan hak tersebut untuk mencari kebenaran atas namanya yang difitnah."
Sekretaris Fraksi Partai NasDem Syarif Abdullah Alkadrie menyatakan pihaknya tidak keberatan dengan hak angket ini. Namun, pimpinan fraksi masih mengkaji sebelum memutuskan secara resmi. "Ini ruang lingkupnya ke mana? Jangan sampai nanti terkesan itu bentuk intervensi," tuturnya.
Baca: Hak Angket ke KPK, DPR: Buka Rekaman Miryam Bukan yang Utama
Persetujuan hak angket hanya datang dari Fraksi Hanura. Sekretaris fraksi, Dadang Rusdiana, mengatakan pihaknya setuju tapi dengan syarat hanya diarahkan untuk mempertanyakan rekaman Miryam. "Hanura tidak akan melebar ke mana-mana, apalagi melindungi yang bersalah atau bertujuan memukul balik KPK. Sama sekali bukan itu," tuturnya.
Wacana pengguliran hak angket ini muncul saat Komisi Hukum rapat bersama KPK pekan lalu. Saat itu mereka mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam.
Alasannya, dalam persidangan kasus korupsi e-KTP, lima orang anggota Komisi Hukum disebut mengancam Miryam agar memberikan keterangan palsu saat diperiksa KPK sebagai saksi.
AHMAD FAIZ