TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah Ketua Umum Golkar Setya Novanto bepergian keluar negeri membuat internal partai berlambang beringin itu bergejolak. Setya dicegah karena terkait dengan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). “Sebab, Ketua Umum hampir pasti menjadi tersangka,” ujar Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Golkar Yorrys Raweyai di Hotel Puri Denpasar, Jakarta, Senin, 24 April 2017.
Setya pernah diperiksa sebagai saksi di KPK dan di pengadilan untuk dua terdakwa, Irman dan Sugiharto. Selama itu pula, dalam beberapa kali kesempatan, Setya membantah jika disebut menerima duit ataupun ikut mengatur proyek e-KTP.
Baca juga:
Jokowi Beri Sinyal Perombakan Kabinet, Yorrys: Golkar Tak Pernah Minta
Menurut Yorrys, saat ini, sudah ada gerakan penyelamatan partai akibat kasus yang membelit Setya. Gerakan itu tidak hanya muncul di tingkat pusat, tapi juga di tingkat pengurus daerah mulai provinsi hingga kota atau kabupaten. Tujuan gerakan itu, kata dia, adalah menyusun langkah antisipasi jika Setya menjadi tersangka.
Selain itu, muncul wacana penyelenggaraan musyawarah nasional (munas) mencari pengganti Setya yang akan diadakan pada Agustus mendatang. “Ini berbeda dengan kemelut Aburizal Bakrie dan Agung Laksono,” ujarnya. Aburizal dan Agung terlibat perseteruan panjang karena masalah keabsahan posisi ketua umum. Belakangan, mereka berdua sepakat mengadakan musyawarah nasional luar biasa pada Mei tahun lalu dan melahirkan Setya sebagai ketua umum baru.
Baca pula:
Setya Novanto di Pusaran E-KTP, Yorrys: Partai Harus Diselamatkan
Gerakan penyelamatan partai, Yorrys melanjutkan, perlu dilakukan supaya mesin partai tidak terganggu. Apalagi dalam waktu dekat sudah ada momen politik yang harus dihadapi partainya. Misalnya, pendaftaran pemilihan kepala daerah serentak 2018 pada Juni mendatang dan verifikasi partai untuk pemilihan umum 2019 pada Agustus nanti.
HUSSEIN ABRI DONGORAN