TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menanggapi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa kebijakan pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyulitkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Wapres JK dalam pidatonya di Kongres Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia 2017 menyebutkan keputusan SBY salah saat menaikkan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 11 persen menjadi 23 persen. Pada masa pemerintahan periode kedua SBY itu, ujar Kalla, kondisi UMKM semakin parah dengan tidak dinaikkannya bunga kredit bagi pengusaha besar.
Baca: Jusuf Kalla Singgung Kebijakan SBY di Kongres Ekonomi Umat MUI
Menurut Syarief, besaran bunga KUR tak bisa menjadi patokan dalam menganalisis tingkat kesulitan pelaku UMKM. “Analisis kesulitan utama pelaku UMKM adalah akses dan kemudahan memperoleh kredit, bukan besaran bunga,” ucap Syarief lewat pesan pendek kepada Tempo, Senin, 24 April 2017.
Dia berujar, bunga KUR sebesar 11 persen pada era SBY masih datar. “Saat itu, 11 persen flat. Kalau dihitung menurun, memang 21 persen. Tapi pelaku UMKM pinjamnya bukan tahunan dan bunga kredit pasar saat itu juga masih tinggi.”
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II itu menuturkan KUR tak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). KUR, kata dia, bersumber dari dana tabungan pihak ketiga.
Baca: Penjelasan Wapres Jusuf Kalla Soal Banyaknya Pengusaha Keturunan Cina
“Yang ditanggung pemerintah adalah risikonya. Dengan suku bunga bank sekarang mulai turun, maka faktor bunga bisa lebih membantu UMKM, tapi kemudahan adalah faktor utama,” ucapnya.
Hari ini, Wapres JK menghadiri acara Kongres Ekonomi Umat MUI 2017 di Hotel Sahid, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, JK menilai kebijakan SBY menaikkan bunga KUR ketika itu sebagai langkah yang salah.
YOHANES PASKALIS