TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan mendesak
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan evaluasi terkait lolosnya MV Chuan Hong 68. Kapal keruk berbendera Cina yang diduga sedang melakukan aktivitas ilegal mengambil barang muatan kapal tenggelam (BMKT) di perairan Letung, Kepulauan Anambas, Kamis malam, 20 April 2017, itu berhasil kabur dari wilayah perairan Indonesia.
"Kementerian atau lembaga terkait harus duduk bersama dan mengevaluasi mekanisme pencegahan terhadap pelaku pencurian ikan atau barang muatan kapal tenggelam," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, di Jakarta, Senin, 24 April 2017.
Baca juga: Menteri Susi Resmikan Museum Harta Karun, Isinya Mencengangkan
Menurut Abdul Halim, pihaknya menduga di balik lolosnya kapal pencuri BMKT itu antara lain karena lambannya sistem koordinasi antar-aparat penegak hukum, atau bisa saja ada kemungkinan oknum yang terlibat.
Dia berpendapat, cukup ironis di tengah menguatnya upaya negara dalam memerangi pelanggar kedaulatan Indonesia, ternyata ada kapal bertonase besar--MV Chuan Hong 68 berbobot mati 8.352 Gross Tonage--yang mudah lolos begitu saja.
Sebelumnya, Menteri Susi Pudjiastuti berharap koordinasi antarlembaga pemerintah dapat diteruskan untuk menegakkan hukum dan menjaga kedaulatan negara, seperti salah satunya adalah saat penyidikan kasus penemuan kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia pada Jumat pagi, 21 April 2017 di perairan Anambas, Kepulauan Riau.
Simak pula: Menteri Susi Izinkan Pengangkatan Kapal Harta Karun
"Kita berharap untuk kapal yang besar ini bisa minta bantuan Interpol untuk bantu untuk menangkap kapal tersebut. Kapal ini bukan kapal ikan, tapi kapal yang bekerja mengambil BMKT atau benda muatan kapal yang tenggelam," ujar Susi.
Kapal itu, ujar dia, terbukti masuk zona teritorial Indonesia karena personel TNI Angkatan Laut lebih dulu mengamankan seluruh anak buah kapal (ABK) di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Tarempa dan Jemaja, Riau. Total ABK yang ditemukan saat penyelidikan berjumlah 20 orang, terdiri 16 warga negara dari Cina, 3 orang dari India, dan 1 orang dari Malaysia.
Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda Achmad Taufiqoerrochman mengatakan, awalnya tim TNI AL melakukan patroli seperti biasanya. Namun, lanjutnya, ditemukan sebuah kapal yang mencurigakan dan akhirnya konsentrasi di Selat Malaka. Kemudian pihak TNI AL mengerahkan tim patroli tambahan dari Jemaja.
Lihat juga: TNI AL Batam Tangkap Kapal Asing
"Tentunya ini bukan kapal perang yang kita kerahkan. Patroli kecil Bakamla dengan awak hanya empat orang. Itu jaraknya 45 mil dari posisi kami. Itu pun tidak sekali jalan. Karena begitu kita berangkat, bahan bakar habis kita kembali. Hingga empat kali keluar, baru kita temukan di posisi itu," katanya pula.
Kemudian, lanjutnya, empat personel naik ke kapal MV Chuan Hong 68. Saat petugas menanyakan keberadaan nakhoda, ABK menjawab bahwa nakhodanya sedang turun ke darat. Karena itu, 20 ABK itu ditahan di Jemaja dan Tarempa untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pengangkutan 20 ABK tersebut dibantu dengan kapal nelayan sekitar. Tim patroli pun meninggalkan kapal karena posisi jangkar sedang turun dan sudah tidak ada awak kapal yang berada di atas kapal tersebut.
"Kemudian barulah kami kerahkan kapal perang ke sana untuk mengamankan kapal itu. Saat kapal perang sudah sampai sana, kapal itu sudah tidak ada," ujar Taufiqoerrochman.
Baca: Harta Karun Ditemukan Di Kepulauan Seribu
Begitu tahu kapal sudah tidak di wilayah perairan Indonesia, Taufiqoerrochman mengatakan, TNI AL langsung berkoordinasi dengan Satuan Tugas 115 di bawah kendali Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kemudian, disepakati kalau kapal MV Chuan Hong 68 menjadi buronan Indonesia dan pemberitahuan resmi dikirimkan kepada Interpol.
Saat ini ABK kapal asing tersebut sedang dalam pemeriksaan. Menurut Menteri Susi, kapal itu diduga mengambil sisa kerangka kapal tangker Seven Skies milik Swedia yang tenggelam pada 1969 dan kapal pengangkut bijih besi Igara Skies milik Italia yang karam pada 1973.
ANTARA