TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menilai gerakan kolektif perempuan Kendeng atau yang sering disebut Kartini Kendeng harus menjadi inspirasi bagi perjuangan gerakan perempuan di Indonesia. Gerakan perempuan ini terbentuk sebagai bentuk perlawanan terhadap pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.
“Kartini Kendeng merupakan sebuah simbol gerakan yang diambil dari perjuangan pahlawan Republik Indonesia Raden Ajeng Kartini dalam menentang pemiskinan,” ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 22 April 2017.
Baca juga:
Komnas Perempuan Dukung Perjuangan Kartini Kendeng
Perjuangan perempuan Kendeng tersebut berkobar karena adanya eksploitasi sumber daya alam dan menerobos pengebirian politik. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena dianggap tidak berpengetahuan. Menurut Yuniyanti, Kartini Kendeng lahir dari pemikiran spiritual Kartini, tentang alam, manusia dan Tuhan .
“Kartini Kendeng juga lahir karena perlawanan atas kekerasan infrastruktur di daerah. Gerakan kolektif perempuan Kendeng harus menjadi inspirasi bagi perjuangan gerakan perempuan di Indonesia,” ujar Yuniyanti.
Baca pula:
Keseharian Demo Para Petani Kendeng, Suara Aksi Semen Kaki
Sejak tahun 2014, gerakan wanita tersebut selalu mempertanyakan soal rencana pembangunan pabrik semen. Berbagai upaya penyampaian keberatan telah dilakukan berkali-kali kepada presiden, menteri, gubernur jawa tengah, bupati-bupati di Jawa Tengah serta lembaga Hak Asasi Manusia (HAM).
Yuniyanti menuturkan mereka tidak henti mengingatkan bangsa Indonesia tentang bumi pertiwi yang tetap harus dijaga, meski harus berhadapan dengan intimidasi, kekerasan dan stigma negatif dari pejabat, dan aparat keamanan. “Beragam cara telah ditempuh untuk mempertahankan sumber kehidupan, dari menggunakan jalur hukum hingga menyemen kaki,” kata Yuniyanti.
LARISSA HUDA